Setiap makhluk yang hidup di dunia ini pasti akan mengalami musibah tak terkecuali manusia. Musibah merupakan ketetapan Allah SWT yang telah digariskan untuk manusia. Selama manusia hidup maka selama itu pula musibah akan selalu hadir menemani perjalanan hidupnya. Sekuat apapun seseorang lari dari musibah, jika Allah SWT menghendaki maka musibah itu tetap menimpanya. Oleh karena itu, menurut Imam Fakhruddin al-Razi musibah merupakan sebuah ujian yang tidak disenangi jiwa manusia. Setiap manusia lebih memilih menghindar dan menjauh daripada mengambil manfaat darinya.
Musibah dalam al-Qur’an dan hadis memiliki 3 dimensi. Pertama, sebagai hukuman Allah atas kesalahan manusia karena telah melanggar ketetapan-Nya. Kedua, sebagai penghapus dosa yang pernah dilakukan agar akhirat nanti dosanya tidak diperhitungkan lagi, karena hukumannya sudah ditunaikan oleh allah di dunia sebagai penebus dosa. Ketiga, sebagai ujian untuk kenaikan derajat di mata Allah dengan cara menguji kesabaran dan keimanan.
Pada dasarnya, semua yang ditetapkan oleh Allah SWT kepada manusia termasuk musibah tidak ada yang buruk tinggal bagaimana manusia menyikapinya. Orang yang mampu memanfaatkan ketentuan Allah SWT baginya termasuk musibah, maka ia akan masuk dalam deretan orang-orang yang beruntung baik di dunia maupun di akhirat. Para sahabat selalu mengambil manfaat di balik musibah. Karena di balik musibah itu terdapat amunisi yang dapat membuat seseorang lebih kuat dalam menjalani hidup dan lebih dekat Pencipta-Nya.
Suatu hari Umar bin Khattab pernah ditanya pendapatnya tentang musibah. Ia menjawab, “Tidak ada musibah yang menimpaku kecuali aku melihat di dalam musibah tersebut tiga manfaat yang diberikan oleh Allah SWT untukku. Pertama, selama musibah tersebut tidak menimpa agamaku, maka aku anggap sebagai musibah yang kecil. Namun jika agamaku yang tertimpa musibah maka hal itu merupakan musibah besar bagiku karena dapat merugikan seseorang di dunia maupun akhirat. Kedua, musibah ini kecil bagiku karena masih ada lagi musibah yang lebih besar dari ini. Karena di atas musibah yang aku alami masih ada lagi musibah yang lebih besar darinya. Ketiga, melalui musibah yang kualami, Allah SWT memberikanku kesabaran dan kesempatan untuk mengintropeksi diri karena kedua hal ini merupakan pengaman diriku yang meringankan musibah yang datang.
Semua musibah yang kita alami pasti ada ujungnya. Allah SWT sudah menyediakan ganjaran bagi kita ketika sabar menghadapi musibah. Kita harus yakin bahwa di balik musibah ini ada banyak hikmah yang dapat dijadikan sebagai pelajaran hidup. Karena sejatinya hidup adalah ujian yang selalu berteman dengan musibah. Orang bijak pernah berkata, “Musibah ibarat busa sabun, sedikit demi sedikit ia akan mengecil dan mengempes dengan sendirinya.”