Kesalahan Aman Abdurrahman Memahami Surat Yusuf Ayat 40 Tentang Makna Hukum Allah

Kesalahan Aman Abdurrahman Memahami Surat Yusuf Ayat 40 Tentang Makna Hukum Allah

Kesalahan Aman Abdurrahman Memahami Surat Yusuf Ayat 40 Tentang Makna Hukum Allah
Pendiri JAD, Aman Abdurrahman divonis mat atas tindakan terornya selama inii. Apakah ia tergolong mati syahid?

Orang yang sedang bosan sering kali tidak dapat diduga kelakuannya. Tentang orang yang sedang bosan saya teringat sewaktu sekolah dulu. Saking bosannya teman saya mendengar ceramah guru PPKn, ia masukkan potongan kertas hingga bungkus permen pada saku celana pak guru yang tidak berhenti bicara sambil mondar mandir keliling kelas. Setiap kali beliau melewatinya sakunya pun semakin penuh. Beberapa teman yang juga bosan meniru kejahilannya. Sisanya hanya bisa menahan tawa sampai pak guru menyadari dan berang kepada semua.

Meski begitu sebosan-bosannya kita pada mata pelajaran PPKn kita tentu tahu bahwa demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (kekuatan). Mengenai demokrasi ini ada hal mendasar yang bisa jadi tidak kita ketahui dan aspek ini penting bagi pak Aman Abdurrahman sehingga ia menulisnya dalam bukunya Seri Materi Tauhid: For the Greatest Happiness. Saya jamin kita tidak tahu kalau sistem perwakilan yang ada di dalam demokrasi ternyata memberikan hak ketuhanan kepada wakil rakyat. Hanya pak Aman yang tahu dan meyakini ini, dan mungkin juga beberapa orang yang dulu bosan ketika belajar PPKn. Siapa sangka manusia biasa bisa jadi tuhan tandingan Allah hanya bermodal nyaleg, tentu ini hanya jika kita menurut pada perkataan pak Aman.

“Demokrasi,” kata pak Aman, “merupakan salah satu bentuk perampasan hak khusus Allah dalam At-Tasyri‘.” Hak pembuatan hukum yang menurut Aman hanya patut disandarkan hanya kepada Allah justru dikangkangi oleh demokrasi yang memberikan hak pembuatan hukum kepada makhluk. Babibu pak Aman ini tidak diniatkan bercanda, meski terlhat sangat lugu, ia serius sekali sampai-sampai berdalil dengan ayat Al-Qur’an surat Yusuf ayat 40.

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلاَّ أَسْماءً سَمَّيْتُمُوها أَنْتُمْ وَآباؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِها مِنْ سُلْطانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُوا إِلاَّ إِيَّاهُ ذلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Artinya:

“Tidaklah kalian menyembah dari selain-Nya kecuali nama-nama yang kalian dan moyang mebuat-buatnya. Allah tiada menurunkan bukti penguat mengenainya. Tiada hukum kecuali bagi Allah. Dia telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali hanya kepada-Nya.  Itulah agama yang lurus akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS: Yusuf ayat 40)

“Dia telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah kecuali hanya kepada-Nya,” maknanya menurut pak Aman adalah “kalian diperintahkan untuk tidak menyandarkan hukum kecuali kepada Allah, karena Allah-lah yang berhak untuk membuatnya, untuk menentukannya.” Apakah Aman seorang mufasir? Mungkin para anggota dewan yang dianggapnya tuhan dapat membantu menjawab. Pastinya apa yang dikatakan Aman tidak muncul dari pernyataan para mufasir kenamaan. Apa yang dilakukan pak Aman hanya memotong ayat lantas memaknai sekenanya. Sama sekali tidak berdasar dan nihil upaya intelektual, pak Aman sudah kelaur dari tradisi tafsir Al-Qur’an yang mensyaratkan keduanya.

Telah menjadi ijma’ ulama bahwa Al-Qur’an tidak mengatur hukum terlalu detail sehingga sumber hukum bukan hanya didapat melalui Al-Qur’an. Selain Al-Qur’an para ulama mengacu pada hadis Nabi SAW, ijma‘ dan qiyas untuk menelurkan produk hukum baru yang urgen untuk dikeluarkan dalam menghadapi suatu perkara.

Makna QS. Yusuf ayat 40 tafsiran ulama tentu jauh dari yang dikatakan Aman. Pertama perlu dipahami dulu konteks ayat ini yang merupakan bagian dari dialog antara Nabi Yusuf as dengan dua tahanan selainnya. Dua tahanan tersebut menanyakan kepada Nabi Yusuf perihal mimpi mereka. Sebelum menerangkan takwil mimpi mereka, beliau terlebih dahulu berbicara mengenai kemampuan, kepercayaan tauhid yang turun temurun dan hukum serta perintah Allah.

Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menyatakan bahwa prolog Nabi Yusuf as ini disetting demikian untuk tidak menambah kesedihan bagi tahanan yang divonis dengan hukuman mati. Dakwah Nabi Yusuf as mengenai hukum Allah ini bukan hanya menenangkan tetapi juga secara langsung mendekatkan lawan bicaranya kepada keimanan.

Terlebih dahulu Nabi Yusuf as meyakinkan lawan bicaranya mengenai ilmu yang dikaruniakan Allah kepadanya. Setelah itu beliau menyatakan diri sebagai pengikut moyangnya yakni Nabi Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub as. Beliau juga menegaskan bahwa tidak menyekutukan Allah dengan suatu lain. Demikian ini adalah karunia dari Allah menurut beliau seperti yang tercantum pada ayat 38.

Sebelum menerangkan nasib dua tahanan yang bertanya kepadanya, Nabi Yusuf as menggambarkan bahwa keimanan kepada keesaan Allah yang Maha kuasa adalah lebih baik daripada mengimani tuhan-tuhan yang beraneka ragam. Beliau menambahkan pula keterangan bahwa nama-nama tuhan mereka hanya rekaan semata tanpa dasar. Kaitannya dengan putusan hukum yang akan menimpa mereka Nabi Yusuf menyatakan pada hakikatnya hukum hanya milik Allah dan perintah-Nya untuk hanya beribadah kepada-Nya. Demikian ini adalah cara keberagamaan yang teguh.

Pola dakwah Nabi Yusuf as. yang termaktub dalam Al-Qur’an ini selaras dengan himbauan Nabi Ya’qub as. kepada putera-puteranya agar tidak pernah putus harapan akan kasih Allah. Mereka yang putus harapan dari kasih Allah tiada lain hanya orang-orang ingkar. Meskipun keduanya dipisahkan oleh keadaan di dalam Al-Qur’an beliau berdua tetap identik dalam bersikap dan meyakini sesuatu. Pada ayat 67 Nabi Ya’qub juga menyatakan, “tiada hukum kecuali bagi Allah”. Kemudian pada ayat selanjutnya disebutkan bahwa beliau secara mandiri memberi putusan agar putera-puteranya masuk lewat pintu yang berbeda-beda.

Keterangan mengenai hukum Allah sepatutnya menenangkan karena sifat utama Allah yang senantiasa kita baca saat basmalah adalah pengasih dan penyayang. Sementara pak Aman membuat pernyataan yang menjadikan hukum Allah seakan selalu menyalah-nyalahkan. Bagaimana mungkin ia bisa mengatakan selain hukum dari Allah atau hukum buatan manusia adalah syirik. Sementara di dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Nabi Yusuf as sendiri mengusulkan hukum untuk menyiasati darurat pangan yang akan melanda negeri?

Ini belum-belum pak Aman sudah main mempertuhankan dan mensyirikkan. Bukankah justru ini yang membuat orang takut pada Islam, takut pada hukum Allah? Hukum di dalam Al-Qur’an penuh dengan keringanan dan kasih dari Allah, namun melalui narasi yang ditulis pak Aman hukum mulia ini menjadi momok bagi manusia lain. Bukan saja bagi non-muslim tetapi juga kaum seiman akan merasa tidak nyaman jika dikafir-kafirkan.

Jika terlampau bosan belajar PPKn janganlah mempertuhankan anggota parlemen kemudian mensyirik-syirikkan warga negara yang taat hukum. Pak Aman bisa cari guru, selembar kertas dan sebungkus permen. Sedikit usil boleh, paling-paling guru PPKn pak Aman akan marah. Tapi kalau usil dalam menafsirkan Al-Qur’an, ini dosa pak. Semoga kita mendapatkan hidayah.