Ajaran berbagi kepada sesama dalam islam begitu dijunjung tinggi. AJaran berbagi ini (filantropi) terkmaktub dalam konsep zakat. Maka dengan pertumbuhan kelas menengah muslim di Indonesia yang tinggi, tentu ini sebuah peluang untuk pengelolaan ekonomi bisa sangat dahsyat. Tapi, sayangnya itu belum bisa terjadi.
Hal itu terbukti dari hasil riset Alvara Reseach Center, bahwa dari 1200 responden 100% menyatakan pernah menyalurkan ZIS melalui musholla, 40,5% menyalurkan langsung kepada yang membutuhkan dan 20,9% pernah menyalurkan ZIS melalui lembaga zakat. Dari 20% kelas menengah yang menyatakan pernah menyalurkan ZIS melalui LAZIS mereka menyatakan menyalurkan ZIS melalui Dompet Dhuafa (31,5%), Rumah zakat (23,9%) dan Rumah yatim (12,7%).
“Masyarakat kelas menengah muslim saat ini masih lebih suka untuk menyalurkan ZIS (zakat, infaq dan shodaqoh) melalui masjid atau musholla. Juga memberikan secara langsung kepada yang membutuhkan,” bunyi riset tersebut.
Riset itu sendiri dikepalai oleh Hasanuddin Ali dan Lilik Purwadi. Dalam laporan tersebut juga menyebutkan bahwa kepedulian (Awareness) dan juga penyaluran ZIS kelas menengah muslim terhadap LAZIS masih rendah. Padahal memiliki potensi pengeloaan yang tinggi dan bisa lebih masif menyasar mereka yang membutuhkan.
“Padahal proporsi alokasi zakat atau amal yang dialokasikan oleh kelas menengah muslim
cukup besar (5%) sehingga potensi untuk mengelola zakat demi kemaslahatan umat masih terbuka,” tulis riset tersebut.
Riset ini sendiri dilakukan oleh Alvara Riset Centre bekerjasama dengan mata Air Foundation. Penelitian ini dilakukan kepada Survei dilakukan terhadap 1200 responden di enam kota besar di Indonesia yakni Jakarta, bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Riset juga menyasar pola konsumsi dan religiusitas kelas menengah muslim di Indonesia.