Kita, umat Islam, kata Allah adalah umat terbaik. Memiliki nabi terbaik. Syariat terbaik. Dan periode terbaik sepanjang sejarah manusia dan kenabian. Namun, apakah benar demikian?
Atheis dibenci, karena tidak memiliki Tuhan. Sudah bertuhan, masih dibenci karena Tuhan-nya beda. Tuhannya sama, masih dibenci karena nabinya beda. Nabinya sama, masih dibenci karena alirannya berbeda.
Orang NU susah pindah ke Muhammadiyah, orang Muhammadiyah susah pindah ke NU. Sunni susah pindah ke Syiah, Syiah lebih susah pindah ke Sunni. Padahal tuhannya sama, nabinya sama. Hanya satu yang beda: alirannya. Padahal tidak sedang pindah agama; pindah sesembahan. Tidak. Sama sekali tidak.
Ternyata bertuhan satu dan memiliki nabi yang sama tidak lantas membuat umat Islam hidup guyup berkelakar. Ternyata banyak alasan untuk mereka bertengkar. Bukan karena tuhan, nabi, dan alirannya sama, namun karena kecurigaan-kecurigaan. Meributkan banyak hal:
Tuhannya sama, Nabinya sama, alirannya sama, namun dicurigai karena masih burem apakah golongan JIL (Jaringan Islam Liberal) atau bukan.
Tuhannya sama, Nabinya sama, alirannya sama, bukan JIL, namun dicurigai karena masih burem apakah golongan Aswaja Garis Lurus atau bukan.
Tuhannya sama, Nabinya sama, alirannya sama, bukan JIL, Aswaja Garis Lurus, namun dicurigai karena masih burem memilih partai Islam atau bukan.
Tuhannya sama, Nabinya sama, alirannya sama, bukan JIL, Aswaja Garis Lurus, Partai Islam, namun dibenci karena memiliki pendapat yang berbeda.
Jadi umat pembenci seperti ini ‘kok tidak malu?!
Artikel ini pertama kali dimuat di web resmi Anis Sholeh Ba’asyin, sulukmaleman.org