Nyatanya, sering kali kita temui di sekitar kita bahwa seseorang yang mengatakan “Insya Allah” ditafsirkan dengan “wah, gak bisa dipegang ni janjinya” “kemungkinan gak jadi nih” “yah, masih kurang meyakinkan gitu sih” dan masih banyak lagi ungkapan penafsiran yang intinya “meragukan”.
Namun, mengatakan Insya Allah ini justru dianjurkan loh. Jadi, memang harus ditata kembali mindset diri kita sendiri terutama. Diri kita sendiri lah yang harus memulai untuk mengubah mindset dari penafsiran InsyaAllah yang berarti “meragukan” itu menjadi bermakna “sesuatu yang saya bertekad untuk lakukan dengan segala sesuatunya adalah atas kehendak Allah”.
Abi Quraish Shihab menjelaskan terkait bab “Insya Allah”, bahwa “tanda-tanda pengabdian kepada Allah SWT dan kepatuhan kepada-Nya itu ada tiga. Yang pertama, menjadikan seluruh aktivitas anda sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya. Itu namanya “mengabdi”. Yang kedua, tidak menganggap apa yang berada dalam wewenang anda, dalam genggaman tangan anda, sebagai milik anda, tapi itu milik Tuhan yang diamanatkan kepada Anda. Yang ketiga, “Insya Allah” ini. Tidak berkata atau memastikan bahwa saya akan melakukan hal ini sebentar atau besok, kecuali dengan berkata “Insya Allah” (Jika dikehendaki Allah).
Mengapa demikian?
Dalam mewujudkan sesuatu diperlukan banyak hal dan tidak ada yang dapat menghimpun semua hal tersebut kecuali Allah SWT. Misalnya saja, kita sudah ada janjian dengan seseorang besok jam 7 pagi. Namun, kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam kurun waktu sampai jam 7 pagi besok apa saja yang akan terjadi, sehingga menghambat pertemuan dan janji bertemu kita dengan seseorang tersebut. Seperti itulah, tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT, dan tidak ada yang dapat menghendaki pertemuan itu kecuali atas kehendak dan kuasa Allah SWT.
Abi Quraish menekankan di sini bahwa jangan sampai berkata Insya Allah ini dimaksudkan untuk menggantungkan kegiatan itu semata-mata pada Allah SWT tanpa adanya usaha dari diri kita. Sehingga, memunculkan kesan “ketidakyakinan” jika ada seseorang yang mengatakan “insyaAllah” saat mengadakan suatu pertemuan dengan orang lain.
Ada beberapa ayat yang menyinggung tentang InsyaAllah. Salah satunya adalah dalam surat al-Kahfi ayat 23-24:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi”.
إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ ۚ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَىٰ أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لِأَقْرَبَ مِنْ هَٰذَا رَشَدًا
“kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini.”
Imam al-Razi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa alasan mengatakan Insya Allah saat akan melakukan sesuatu di keesokan harinya adalah karena usia seseorang tidak ada yang tahu kecuali Allah SWT, mungkin saja sebelum besok ajal menjemput, selain itu dikhawatirkan kita lupa akan apa yang kita katakan sehingga kita tidak dapat menepati janji, dan yang paling penting adalah karena tidak ada sesuatu yang akan terjadi kecuali atas izin Allah SWT bukan atas kehendak hambaNya semata.