Orang Jawa menyebut bulan Muharram dengan “Sasi Suro” dan terdapat peristiwa agung di dalamnya yang disebut “Bodo Suro”. Bagi masyarakat muslim, Muharram memang menjadi momentum mulia karena menjadi bulan pembuka tahun baru. Wajar jika dalam kondisi ini disebut sebagai “Hari Raya Umat Islam” karena banyak kenangan yang terdapat dalam bulan Muharram. Darimana penjelasan “Hari Raya Suro” itu didapatkan?
Penjelasan tentang kemuliaan bulan Muharram ini ditulis oleh KH Sholeh Darat pada bulan Muharram tahun 1317 H. Jika dilihat dalam penanggalan Jawa online, 1 Muharram 1317 H jatuh pada hari Jum’at Pon bersamaan dengan 12 Mei 1899 M atau 1 Suro 1829 (Jawa). Jika kita hitung sekarang sudah memasuki tahun 2016, maka kitab karya KH Sholeh Darat ini sudah berumur 117 tahun. Kitab ini ditulis saat KH Sholeh Darat berusia 79 tahun.
KH Sholeh Darat menyebutkan dalam Kitab “Lathaifut Thaharah wa Asrarus Sholah“ tentang kemuliaan bulan Muharram: “Bahwa awal Muharram itu adalah tahun barunya seluruh umat Islam. Adapun tanggal 10 Muharram adalah “Hari Raya” yang digunakan untuk bergembira dengan shadaqah. Hari raya ini adalah untuk mensyukuri nikmat Allah, bukan hari raya dengan shalat. Tetap hari raya dengan pakaian rapi dan memberikan makanan kepada para faqir. Sebaiknya orang Islam mengetahui tahun baru Islam. Hari wuquf di Arafah itu akan menjadi hari pertama bulan Muharram dan akan menjadi tanggal 27 bulan Rajab”.
Dalam menyambut tahun baru ini, maka umat Islam diminta untuk membaca do’a akhir tahun pada tanggal 30 Dzulhijjah saat akhir shalat ashar sebanyak tiga kali. Bacaan do’a akhir tahun adalah begini:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ مَا عَمِلْتُ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ مِمَّا نَهَيْتَنِي عَنْهُ فَلَمْ أَتُبْ مِنْهُ وَلَمْ تَرْضَهُ وَلَمْ تَنْسَهُ وَحَلِمْتَ عَلَيَّ بَعْدَ قُدْرَتِكَ عَلَى عُقُوْبَتِي وَدَعَوْتَنِي إِلَى التَّوْبَةِ مِنْهُ بَعْدَ جُرْأتِي عَلَى مَعْصِيَتِكَ فَإِنِّي أَسْتَغْفِرُكَ، فَاغْفِرْلِي وَمَا عَمِلْتُ فِيْهَا مِمَّا تَرْضَاهُ وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهِ الثَّوَابَ فَأَسْأَلُكَ اَللّهُمَّ يَا كَرِيْمُ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ أَنْ تَتَقَبَّلَهُ مِنِّي وَلاَ تَقْطَعْ رَجَائِي مِنْكَ يَا كَرِيْمُ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
KH Sholeh Darat menjelaskan bahwa siapa saja yang membaca do’a akhir tahun ini tidak akan digoda oleh syetan dalam tahun itu. Syetan hanya bisa merusak manusia dalam waktu satu jam. Itupun semua dosa selama setahun telah diampuni oleh Allah karena membaca do’a ini. “Maka seyogyanya bagi orang beriman, jangan lupa membaca do’a ini saat akhir tahun” tegas KH Sholeh Darat.
Selain membaca doa akhir tahun, umat Islam juga diminta untuk membaca tiga kali do’a awal tahun setelah shalat maghrib pada awal bulan Muharram. Bacaan do’a awal tahun adalah sebagai berikut:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. اَللّهُمَّ أَنْتَ اْلأَبَدِيُّ اْلقَدِيْمُ اْلاَوَّلُ وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَجُوْدِكَ الْمُعَوَّلِ وَهٰذَا عَامٌ جَدِيْدٌ قَدْ أَقْبَلَ نَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مِنَ الشَّيْطَانِ وَأَوْلِيَاءِهِ وَجُنُوْدِهِ وَالْعَوْنَ عَلَى هٰذِهِ النَّفْسِ اْلأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ وَاْلإِشْتِغَالَ بِمَا يُقَرِّبُنِي إِلَيْكَ زُلْفٰى يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا ومولانا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَاصْحَابِهِ وَسَلَّم.
Do’a awal tahun ini ketika dibaca, akan membuat umat Islam terlindungi dari godaan syetan. KH Sholeh Darat menjelaskan: “Barangsiapa membaca do’a ini tiga kali di awal bulan Muharram setelah shalat maghrib, maka sesungguhnya syetan itu mengucapkan bahwa anak Adam ini sudah aman dalam sisa umurnya selama tahun itu. Sebab Allah Swt memberikan asisten berupa dua Malaikat untuk menjaganya agar tidak digoda syetan”.
Sungguh mulia sekali bacaan do’a akhir dan awal tahun Islam ini. Tentunya amalan-amalan semacam ini akan semakin memperkuat hubungan antara manusia dengan Allah Swt, termasuk memperkuat hubungan manusia dengan manusia. Maka ketika suasana semacam ini, muslim Jawa selalu menggelar acara Suronan dengan berdo’a bersama di Musholla dan Masjid. Ada dua hal penting dalam majelis itu, berdo’a pada Allah dan berkumpul antar jama’ah untuk membuat hidup rukun dan damai.
Dalam memahami dimensi waktu bulan Muharram ini dapat diambil sebuah hikmah bahwa kehidupan itu mengenal awal (hidup) dan mengenal akhir (kematian). Manusia akan melewati proses itu semua. Untuk menjelaskan kehidupan dan kematian, KH Sholeh Darat juga menyinggung tentang husnul khatimah dan su’ul khatimah dalam Kitab Munjiyat. Bahkan secara rinci tanda-tanda adanya husnul khatimah dan su’ul khatimah bagi setiap orang.
Oleh sebab itu, dalam menyiapkan kehidupan yang baik menuju khusnul khatimah, maka KH Sholeh Darat mengajarkan tentang ketenangan hati dan ketenangan perilaku. Dua hal ini penting untuk dijalani bagi setiap orang yang masih hidup. Ketenangan hati akan didapatkan jika manusia sadar dan menghayati kalimat “La ilaha illallah”. Kalimat itu selalu diucapkan tanpa putus dan dijalani dengan baik. Yang muncul kemudian adalah sifat positif dalam melihat keberadaan Allah sebagai dzat yang maha rahman dan ra’uf.
Setiap gerak langkah orang yang dekat dengan Allah selalu mendapatkan jalan terbaik dari Allah. Maka KH Sholeh Darat mengingatkan agar orang Islam tidak minta kesehatan dan selalu menyalahkan Allah. Sebab Allah sudah memberikan kenikmatan sehat selamanya, dan jika dalam kondisi sakit, maka Allah tetap memberikan kasih sayangnya. Menyalahkan Allah sama halnya dengan kita protes dan lepas dari makna “La ilaha illallah”. Disitulah ketenangan hati dan ketenangan perilaku itu diuji.
Adapun tanda-tanda orang husnul khatimah ketika sudah wafat sebagaimana dijelaskan oleh KH Sholeh Darat berdasar hadits Nabi adalah tiga hal: kening atau pelipisnya berkeringat, kedua matanya mengeluarkan air mata dan mulutnya kering. Dalam kondisi itu, Allah Swt memberikan kasih sayangnya bagi jenazah itu. Semoga kita dituntun oleh Allah dengan hidayahnya dalam menatap tahun baru hijriyah ini. []
M. Rikza Chamami
Alumni Madrasah Qudsiyyah, Wakil Ketua KOPISODA (Komunitas Pecinta KH Sholeh Darat), Sekretaris Lakpesdam NU Kota Semarang & Dosen UIN Walisongo