Kekaguman Saya Terhadap Perempuan Muslimah yang Tidak Berjilbab

Kekaguman Saya Terhadap Perempuan Muslimah yang Tidak Berjilbab

Perempuan itu tidak berjilbab tapi tidak mengurangi kecintaan pada kritisisme dan ilmu

Kekaguman Saya Terhadap Perempuan Muslimah yang Tidak Berjilbab

Belum lama ini, dalam sebuah pertemuan terbatas, untuk kesekian kalinya, saya merasa senang dan kagum karena bertemu dengan orang-orang hebat. Salah satu di antara orang yang saya kagumi itu adalah seorang perempuan Muslimah yang tidak berjilbab, sementara di sekelilingnya banyak yang berjilbab.

Di tengah maraknya seruan ‘hijrah’ atau gerakan menutup aurat bagi perempuan Muslimah, memutuskan untuk tidak berjilbab bukan perkara mudah. Sebab biasanya, orang cerderung mudah sekali untuk ikut-ikutan kebanyakan orang lainnya. Ya ia masih muda, cantik, mengenakan celana panjang berwarna hitam, baju putih lengan pendek dan tidak berjilbab.

Di kesempatan yang berbeda, dahulu ketika saya mendapatkan tugas Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sebuah SMP Negeri, saya menemukan seorang siswi yang juga tidak berjilbab di tengah mayoritas para siswi yang berjilbab di kelasnya. Saya masih ingat betul, selain terlihat cantik, rambutnya terurai sebahu, hitam dan rapi. Anaknya pandai, supel dan menyenangkan. Di kesempatan lain, saya pernah terlibat dalam sebuah program edukasi di masa liburan sekolah, untuk anak-anak TK dan SD, saya terkesan oleh seorang anak perempuan yang memang tidak berjilbab, di antara banyak temannya yang telah terbiasa berjilbab sedari kecil. Anaknya cerdas, cantik dan mudah akrab.

Dari ketiga perempuan Muslimah berbeda usia itu saya betul-betul senang dan kagum kepada mereka. Mereka tetap asyik beraktivitas meskipun dengan tidak berjilbab. Saya tidak bermaksud mempertentangkan perempuan yang berjilbab dengan yang tidak berjilbab. Saya lebih ingin mengapresiasi perempuan atau siapapun yang hidup di atas prinsipnya yang kokoh. Saya merasa kagum karena saya hidup di Indonesia. Negeri indah dengan sejuta keberagaman. Sehingga dalam konteks ini saya melihat Indonesia dari beragamnya perempuan, ada perempuan yang berjilbab, ada yang bercadar, selain ada juga yang tidak berjilbab. Berikut ragam profesinya.

Saya kagum betul kepada perempuan dan siapapun yang prinsip hidupnya sangat kokoh. Fokus dalam hidupnya adalah pada hal-hal yang lebih subtantif. Bagaimana ia dapat hidup dengan produktif dan banyak berbuat baik kepada sesama. Apalagi mereka, para perempuan yang mau terlibat dalam banyak aktivitas sosial, melibatkan dirinya untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, melainkan begitu mementingkan keperluan sosial. Saya berdoa, semoga ada banyak perempuan yang mau terlibat dalam ragam aktivitas sosial. Para perempuan yang peduli terhadap kehidupan sesama yang kurang beruntung.

Untuk itu, saya pikir kehidupan kita akan lebih indah dan harmoni jika di antara kita bisa saling menghargai. Tidak malah merasa paling baik dan suci, sambil merendahkan orang lain. Apalagi kita ini sedang hidup di media sosial. Kehidupan yang rentan dengan hal-hal yang kontra-pruduktif; bully-an, caci-maki, nyinyiran dan ekspresi negatif lainnya yang sering kali kita lihat di media sosial. Termasuk perilaku sebagian perempuan yang sering kali tampak ingin lebih baik dari orang lain dengan cara menyindir dan meremehkan perempuan lain.

Atas realitas yang rusak dan kotor itu, kita perlu kembali pada spirit Islam yang rahmatan lil’alamin atau juga spirit kebaikan yang terdapat di dalam agama-agama lain, agar geliat beragama dapat memberikan spirit kebaikan kepada kita sebagai pemeluknya. Kita tidak boleh merasa paling baik dari orang lain, apalagi sampai tega merendahkan orang lain hanya karena orang lain tidak seperti apa yang kita lakukan. Kita hanya boleh mengajak orang lain kepada kebaikan, itupun harus diupayakan dengan cara-cara yang baik. Kita tidak boleh–karena memang tidak perlu–saling meremehkan dan merendahkan.

Khusus bagi teman-teman perempuan yang sampai hari ini tidak berjilbab, kalian tidak perlu canggung dan minder dengan teman-teman perempuan yang telah berjilbab maupun bercadar. Islam yang saya pahami saja, tidak pernah punya ajaran yang memaksa dan apalagi membolehkan pemeluknya meremehkan orang lain. Kajian Islam tentang aurat perempuan pun tidak tunggal, ada banyak tarsir dan makna.

Untuk contoh yang paling mudah misalnya kita mengenal Najwa Shihab, presenter televisi nasional yang cerdas, cantik dan ia tidak berjilbab. Sementara kita tahu Najwa Shihab merupakan salah seorang putri dari mufassir (ulama tafsir) terkemuka di Indonesia yakni Prof. Dr. M. Quraish Shihab.

Akhirnya, yakinilah apa yang kita yakini itu baik. Sepanjang kita enjoy melakukannnya, sepanjang tidak orang lain yang tidak dirugikan, saya yakin tidak ada yang bermasalah dari kacamata agama sekalipun. Sudah saatnya kita terus berlomba dalam kebaikan. Tidak lagi banyak membuang-buang waktu untuk terlibat debat kusir, merasa paling benar sendiri dan menyalahkan orang lain.

Mari kita buktikan jika semakin beragama seseorang, maka ia akan semakin berakhlak, semakin baik, semakin rendah hati dan bermanfaat bagi orang lain.

Wallaahu a’lam