Umat muslim adalah umat yang mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Allah menurunkan Al Quran kepada beliau dan menjadikan pribadinya sebagai patron dan teladan bagi pengikutnya. Setiap laku beliau adalah cerminan dari nilai-nilai Al Quran, sebagaimana disebutkan istri beliau Aisyah radliyallahu ‘anha: “Akhlak Nabi itu adalah Al Quran.”
Oleh sebab itu, untuk memahami Al Quran secara lebih baik, seseorang perlu juga memperhatikan peran hadis Nabi, baik yang berupa sabda, perbuatan, maupun persetujuan beliau. Hadis adalah “penafsir dan penjelas” tentang penerapan Al Quran dalam kehidupan.
Dalam beberapa literatur disebutkan, bahwa hadis ini juga bisa disebut sebagai as sunnah. Maka jika seseorang membicarakan sunnah Nabi, maka ia akan membahas apa yang telah tercatat tentang laku dan ajaran Nabi dalam berbagai riwayat hadis.
Nabi diutus untuk menunjukkan baiknya suatu permasalahan diselesaikan, bagaimana beretika dengan sesama, serta bagaimana seorang hamba berinteraksi dengan Tuhannya. Hadis menjelaskan apa yang dikandung Al Quran sampai pada taraf aplikatif. Karena itu, dalam penggalian hukum Islam, pemahaman hadis menjadi sangat penting.
Meskipun seseorang merasa memiliki kecakapan untuk membaca dan memahami hadis, ternyata ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait cara memahami sunnah Nabi sebagai suatu manhaj atau metode meneladani Nabi dan mengambil kesimpulan hukum Islam. Seseorang tidak pantas asal mencomot hadis saja, lantas memahaminya secara serampangan dari terjemahan saja. Atau, memahami hadis secara tekstual saja tanpa ditelaah problem dan konteks yang ada.
Syekh Yusuf Al Qardhawi, salah seorang cendekiawan muslim asal Mesir yang saat ini bermukim di Qatar, menulis satu buku yang menarik berjudul Kaifa Nata’amal Ma’as Sunnah an Nabawiyah. Terlepas dari aktivitas politiknya yang banyak dikomentari, sumbangsihnya atas ilmu keislaman sangat diakui. Menurut Syekh Yusuf Al Qardhawi, sunnah Nabi dalam kehidupan Islam perlu dikaitkan dengan beberapa hal berikut:
Pertama, sunnah Nabi adalah suatu manhaj yang komprehensif (al manhaj asy syumuli). Sunnah Nabi sebagai penjelas Al Quran, memerhatikan segala aspek kehidupan manusia. Berbagai hal disebutkan dalam hadis-hadis Nabi. Mulai hal-hal yang sederhana tentang bagaimana cara makan dan minum, etika sebelum tidur dan masuk kamar mandi, sampai hal-hal besar tentang penyelesaian konflik dan perang.
Kemudian yang kedua, sunnah Nabi adalah suatu cara pandang yang integralistik (al manhaj at takamuli). Sunnah Nabi perlu dipahami dalam sesuatu yang tidak terpisahkan dalam permasalahan umat. Dalam menjalankan dakwah maupun pemerintahan, sunnah Nabi tetap berperan di dalamnya sebagai cara pengambilan hukum maupun sebagai etika bermasyarakat.
Selanjutnya yang ketiga, perlu dipahami bahwa sunnah Nabi perlu dipahami dengan cara pandang yang aktual (al manhaj al waqi’i). Nabi diutus untuk menyelesaikan persoalan umat yang nyata. Sunnah Nabi perlu dipahami sebagai satu cara menjawab persoalan keumatan yang aktual. Sebagai sumber hukum Islam, hadis Nabi ini tidak digunakan untuk memecahkan problem yang hanya berada dalam khayalan saja. Di sinilah peran ahli ilmu yang bijak sangat dibutuhkan.
Hal terakhir yang perlu dipahami tentang sunnah, adalah hendaknya ia dipahami sebagai hal yang mempermudah (al manhaj al muyassar). Nabi tidak hadir di tengah-tengah umat untuk memperberat urusan mereka. Sebagaimana disabdakan beliau, “Permudahlah, jangan kalian persulit”. Jika meneladani Nabi malah mempersulit, maka jangan-jangan sunnah tersebut tidak dipahami sejalan tujuan Islam. Nabi mengajarkan rukhshah (keringanan) dalam pelaksanaan ibadah, maupun kebolehan atas hal-hal darurat.
Demikianlah sunnah hendaknya dipahami muslim. Sunnah Nabi adalah suatu ajaran yang bisa diteladani sehari-hari, dan hendaknya menjadi pegangan dalam beretika dengan sesama. Tapi jangan lupa, dalam berislam pun hendaknya seseorang sadar bahwa Islam adalah agama yang memudahkan, jangan malah diperumit dan dipahami tanpa metode yang bisa dipertanggungjawabkan, apalagi sampai bersikap terlalu ekstrem dan melupakan keadaan sekitar. Gusti Allah, Anda tahu, berfirman bahwa Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Beragama dan meneladani Nabi itu sak madyo wae, kata orang Jawa.