Keberagaman untuk Masa Depan Indonesia

Keberagaman untuk Masa Depan Indonesia

Orang muda hari ini adalah pemimpin di masa depan, untuk itu pemahaman akan keberagamaan begitu diperlukan

Keberagaman untuk Masa Depan Indonesia

 

Keberagamaan menjadi landasan bagi bangsa Indonesia. Tapi belakangan keberagamaan ini terusik dengan sikap intoleransi dan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan agama tertentu.

“Tuhan menciptakan keberagaman, supaya kita yang terbatas bisa saling melengkapi,”kata Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama kepada 100 orang muda lintas iman dalam acara Temu Kebangsaan, Sabtu 9 April 2016 di Cico Resort, Bogor. Bahkan menurut Lukman Hakim, ketika negara Indonesia berdiri sangat diwarnai oleh nilai-nilai agama yang menjadi pemersatu. Sehingga agama bagi bangsa Indonesia adalah hal yang tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari.

Lukman Hakim menekankan bahwa Indonesia bukan negara agama ataupun negara sekuler, tetapi negara dan agama saling membutuhkan. Negara membutuhkan agama, karena masyarakat Indonesia pada umumnya adalah religius. Sementara agama juga membutuhkan negara seperti memberi ruang untuk beribadat seperti libur perayaan agama dan lain-lain.

Selain Menteri Agama Lukman Hakim, kegiatan Temu Kebangsaan ini menghadirkan 2 narasumber lain, yaitu Yanuar Nugroho dari Kantor Staf Presiden dan Yenny Wahid dari Wahid Institute. Yanuar Nugroho memaparkan tantangan pembangunan yang dihadapi bangsa Indonesia di masa depan. Persoalan ketidakmerataan infrastruktur, ketimpangan sosial, bonus demografi serta peluang dalam MEA.

“Dan saat ini pemerintah menyadari pentingnya kolaborasi dengan masyarakat. Seperti program Pencerah Nusantara (kirim dokter-dokter ke pelosok Nusantara) di Kementerian Kesehatan, Garda Guru di Kementerian Pendidikan Dasar, PETA program dari Kementerian ESDM,” tutur Yanuar Nugroho.

Yenny Wahid menjelaskan berbagai tradisi nusantara yang dari dulu sudah ada dan mencerminkan toleransi, seperti banyaknya rumah ibadah, tradisi pela ngandong, halal bihalal yang khas Indonesia, dll. Hal ini menjadi modal generasi sekarang untuk meneruskan dan mengembangkan toleransi. Yenny mengatakan, “Orang muda jangan terlalu berharap pada pemerintah, tetapi mesti berusaha sendiri, memperkuat masyarakat sipil, “kata Yenni Wahid.

Temu Kebangsaan diselenggarakan mulai 8-10 April 2016 dan diikuti oleh 100 orang muda lintas iman. Mereka ini adalah penggerak-penggerak dari berbagai komunitas, baik yang sosial, akademis, ekonomi, maupun politik, dan umumnya belum saling mengenal. Setelah mendapatkan masukan dari 3 narasumber, peserta kemudian bertukar pikiran dalam 5 kelompok diskusi yang membahas 5 tema : Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Pemberantasan Korupsi, Tantangan Media Informasi, Dinamika Keberagaman di Indonesia, Pendidikan dan Budaya. Rencananya pada hari terakhir, Minggu 10 April, 2016, peserta akan membuat program kerja bersama yang akan dilaksanakan satu tahun ke depan.

Lembaga-lembaga pendukung kegiatan ini adalah Komisi Kepemudaan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Jaringan GUSDURian, Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Biro Pemuda dan Remaja Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (DPN PERADAH). [DP]