Fahri Hamzah membuat kontroversi dengan menyebut adanya (elemen) gerakan anti islam belakangan ini. Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bahkan secara terang-terangan menuding bahwa gerakan anti islam ini berada di lingkaran Presiden Jokowi dan sedang berkembang biak. Dalam cuitannya pada tengah malam pukul 00:02 tanggal 23 Juli tersebut, Fahri menyebut hal itu bagian dari dosa-dosa Jokowi selama menjabat.
“Di antara #Dosa2Jokowi yang besar adalah karena membiarkan berkembangbiaknya elemen #AntiIslam dan #Islamophobia melalui medium konflik ideologi,” cuit @fahrihamzah.
Di antara #Dosa2Jokowi yang besar adalah karena membiarkan berkembangbiaknya elemen #AntiIslam dan #Islamophobia melalui medium konflik ideologi. 10 tahun presiden @SBYudhoyono tidak pernah kita terseret dalam narasi seperti ini. Radikalisasi ini berbahaya bagi NKRI.
— #AyoMoveOn2024 (@Fahrihamzah) July 22, 2018
Sontak, kata-kata dari Fahri Hamzah pun menimbulkan kontroversi dan perdebatan di media sosial. Banyak yang merasa bahwa apa yang dilakukan Fahri Hamzah itu mengada-ada dan hanya bualan seorang politisi semata. Tapi, banyak juga yang setuju dan menganggap bahwa memang terjadi proses deIslamisasi.
Bagi yang menolak cuitan politisi menganggap bahwa tuduhan Fahri Hamzah ini dapat menimbulkan segregasi di masyarakat yang kian tinggi. Apalagi, Fahri Hamzah tidak memaparkan data apa pun terkait tuduhan anti islam yang sedang marak, apalagi dilindungi rezim pemerintahan. Bukti ini yang menjadi kunci dan salah satu yang kerap dipertanyakan oleh banyak pihak.
Salah satunya adalah lawyer @muannas_alaidid menurutnya, isu ini digerakkan dan memang sejak awal tidak ada narasi anti islam. Tapi, mengapa terus dihembuskan?
“Sejak awal tidak ada anti islam, itu cuma isu yg digerakkan oleh pendengki atau politik anbisius,” tuturnya.
Ia pun menambahkan, dalam cuitan selanjutnya, isu anti islam lebih banyak dicetuskan oleh para politisasi agama melalui pedagang agama untuk mengambil keuntungan pribadi (kekuasaan), Tujuannya menggoyang pemerintahan yang sah @jokowi.
“Mereka bukan ingin bela islam tapi sedang memperjuangkan proyek politiknya,” tambahnya.
Isu anti islam lebih banyak dicetuskan oleh para politisasi agama melalui pedagang agama untuk mengambil keuntungan pribadi (kekuasaan), Tujuannya menggoyang pemerintahan yg sah @jokowi
Mereka bukan ingin bela islam tapi sedang memperjuangkan proyek politiknya. @Fahrihamzah
— Muannas Alaidid, sh, ctl (@muannas_alaidid) July 23, 2018
Dalam cuitan lanjutannya, Fahri Hamzah juga membandingkan dengan cara presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam mengelola isu ini. Bahkan, menurutnya, dalam 10 tahun presiden @SBYudhoyono tidak pernah Indonesia tidak pernah terseret dalam narasi seperti ini. Ia menggap bahwa yang terjadi sekarang ini adalah ‘Radikalisasi ini berbahaya bagi NKRI’. Tapi, benarkah demikian?
Isu anti islam dan Ulama ini semakin deras mengemuka ketika pimpinan ormas Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Sihab dinyatakan tersangka oleh Polda Jabar karena telah melanggar pasal pasal 154 A KUHP dan pasal 320 tentang penistaan lambang negara dan pencemaran nama baik proklamator. Selain itu, Rizieq juga dinyatakan tersangka oleh Polda Metrojaya atas kasus pornografi. Meskipun, untuk yang terakhir, kita bisa berdebat.
Baca juga: Kata Siapa Jokowi Anti Islam dan Ulama?
Tentu saja publik masih ingat dengan proses pembubaran HTI dan tentu saja melalui mekanisme, meskipun harus diakui keputusan menuai banyak protes dan perdebatan. Tapi palu sudah diketok dan HTI sebagai organisasi terlarang karena dianggap tidak menyetujui konsensus undang-undang dan juga NKRI. Hal ini, salah satunya, yang dianggap dalam cuitan Fahri barangkali salah satu isu anti islam.
“Pak Jokowi Islam, saya Islam, Wapres Islam, masa (me)nyudutkan Islam? Jadi, gerakan yang menyatakan pemerintah anti-Islam ini yang mana?” tutur Wiranto.
Konteks pembicaraan ini adalah sebagai tugasnya sebagai menkopolhukkam tatkala ditanya tentang isu anti islam yang merebak setelah ini. Isu ini juga yang banyak dimainkan pada pemilu 2014 lalu ketika Jokowi bertandem dengan Jusuf Kalla dalam pilpres dan berkempetisi dengan Prabowo yang berdampingan dengan Hatta. Isu ini seakan terus menerus berhembus dan Jokowi seolah tidak ada habisnya diserang soal isu PKI, Agama, bahkan jejak orang tuanya. Sudah banyak analisis tentang itu, bagaimana wajah Indonesia akhirnya terbelah oleh politik identitas yang mengeras. Bahkan, kerap kali, di masa itu, yang mendukung Jokowi dianggap anti islam dan sejenisnya.
Belum lagi perkara Ahok dengan isu penistaaan agama. Menurut Greg Fealy, Ahok bakal tidak jadi yang pertama dan ada penumpang-penumpang gelap dalam wujud intoleransi yang menumpak gerakan yang sarat bau politik ini. Bahkan, dalam cuitan setelahnya, Fahri Hamzah dengan percaya diri menyebut bahwa apa yang ia dikatakan sukar untuk dibantah. Ia menyebut juga tentang 7 juta orang yang datang ke Jakarta dalam Aksi Bela Islam seolah mengamini apa yang ia katakan tentang proses #AntiIslam. Padahal, banyak sekali riset dan tulisan yang menyebut bahwa angka aksi tidak sebesar itu.
Silahkan bantah, tapi jika ada 7 juta orang datang dari seluruh wilayah Republik, melakukan protes atas ketidakadilan yang dirasakan oleh Ummat Islam akibat nuansa #AntiIslam dan #Islamophobia dalam kebijakan negara, maka itu bukan isapan jempol. Itu fakta. #Dosa2Jokowi
— #AyoMoveOn2024 (@Fahrihamzah) July 22, 2018
Cuitan Fahri itu tentu saja bermasalah. Selain akan jadi tuduhan serius menjelang tahun politik. Sebagai sebuah propaganda dan isu, #AntiIslam sebagaimana yang dituduhkan Fahri memang bukanlah isapan jempol semata. Banyak sekali yang termakan dan seolah mengamini isu ini. Anda bisa dengan gampang cek, misalnya, di tagar #Gerakan2019GantiPresiden atau #KhilafahReturn dan sejenisnya, maka tudingan ini seolah menjustifikasi perkataan Fahri.
Riset yang dilakukan Jaringan Gusdurian beberapa waktu lalu juga berbicara yang nyaris serupa: isu #AntIslam dan islam seolah tertindas juga tampak menghiasi, seolah seperti kata Fahri, mewakili perasaan umat islam. Meskipun, dengan logika sederhana, kita bisa bertanya, umat islam yang mana? Apakah yang diwakili oleh partai tempat Fahri bernaung (PKS) semata? Padahal, kursi partai di DPR jika berdasarkan Pemilu 2014 lalu hanyalah 40 kursi atau sekitar 8.157.488.
Nah, jika menilik hasil ini, atau klaim umat islam versi partai dari Fahri ini maka jumlah umat islam hanyalah 6,79 %. Lalu, yang mana lagi, bukankah klaim umat islam harusnya adalah jumlah islam secara keseluruhan?
Baca juga: Kenapa sih Umat islam Merasa Tertekan?
Terkait tudingan anti islam ini, Jokowi pernah ditanya oleh Najwa Shihab. Najwa bertanya terkait isu yang kerap dialamatkan kepada pria asal Solo ini. Apalagi, Jokowi sangat dekat dengan Muhammadiyah dan NU. Dua ormas ini dianggap representasi islam di Indonesia karena jumlahnya yang besar dan corak ideologi yang dibawanya mencerminkan Indonesia sebagai bangsa yang religius, moderat dan tentu saja tidak mengesampingkan agama.
“Wong kita ini tiap hari, tiap minggu, dengan ulama, tiap hari, tiap minggu, ke pondok pesantren dan nggak ada isu-isu seperti itu waktu saya ke pesantren ketemu dengan ulama,” jawabnya.
Jokowi pun menambahkan, bahwa isu ini selalu dihembuskan. Ia juga tidak bisa menjawabnya. Lalu, siapa awal mula menghembuskan isu anti islam seperti yang terjadi belakangan ini? Tentunya, perlu riset lebih lanjut tentang ini
“Jangan mengembangkan hal-hal yang kebangkitan PKI, isu antek asing, antek aseng, isu-isu anti-Islam. Itu saya katakan politik kadang-kadang jahatnya politik seperti,” tutup wawancara tersebut.
Jadi, bagaimana menurut Anda? Di negeri yang tiap hari kita bisa mendengar adzan dengan mudah dan sholawatan ada di mana-mana, dengan jumlah pendidikan islam begitu marak di sekitar kita, masak iya ada gerakan #AntiIslam seperti yang dituduhkan Fahri Hamzah?