“Supaya kamu jangan berduka cita atas apa yang luput darimu dan supaya kamu jangan terlalu gembira berkat apa yang Allah berikan kepadamu.”
لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ
Menurut ulama pengkaji tasawuf seperti Imam al-Qusyairi, sebagaimana ia nukil dalam al-Risalah al-Qusyairiyyah fi Ilm al-Tashawwuf, bahwa disebutkan, ayat Al-Quran surah al-Hadid ayat ke-23 di atas adalah dasar dari salah satu laku dalam tasawuf, yaitu sikap zuhud.
Ulama tafsir Imam al-Thabari menukil penafsiran ayat di atas:
لا تأسوا على ما فاتكم من الدنيا، ولا تفرحوا بما أتاكم منها
“Jangan berduka cita atas urusan dunia yang luput dari kalian–yang tidak dapat kalian menangkan. Juga jangan terlampau bahagia berkat urusan dunia yang Allah berikan kepada kalian.”
Maka, begitulah sikap sorang zahid (pelaku sikap zuhud) dalam menyikapi dinamika yang datang dalam dan pergi dari hidupnya: biasa saja.
Mendapat anugerah, dia senang dan bahagia dalam kadar yang biasa; tertimpa musibah, dia sedih dan berduka dalam ukuran yang biasa.
Berbahagia dan berduka diekspresikan dalam ukuran yang pas dan kadar yang pantas.
Kemenangan tidak diungkapkan di luar batas nalar, kekalahan tidak diluapkan dengan akal tak sehat.
Itulah esensi dan ekspresi laku zuhud.
Maka, kemenangan berkali-kali Joko Widodo dan kekalahan bertubi-tubi Prabowo Subianto adalah pintu masuk bagi keduanya untuk menjadi seorang zahid dalam satu momen hidup mereka, tapi hanya jika Jokowi bisa mengungkapkan kemenangan dengan nalar yang wajar dan hanya jika Prabowo bisa menerima kekalahan dengan akal sehat.
(Kalau ternyata pada 2019 ini Prabowo yang menang dan Jokowi yang kalah, tingga dibalik saja).
Jika demikian, jadilah mereka para sufi berkat laku zuhud.
Bukan hanya untuk Prabowo dan Jokowi, tapi juga untuk Anda, wahai teman-teman yang saya kenal atau tidak saya kenal yang jadi caleg. Menang atau kalah, biasa saja.
(Enak ya ngomong doang. Enak ya).
Bukan hanya untuk Prabowo, Jokowi, atau para caleg–jangan banyakin ngomongin orang–tapi juga untuk kita sendiri. Sepanjang kehidupan, kita tentu pernah meraih keberhasilan dan mengalami kegagalan. Pernah menang, pernah kalah. Keberhasilan dan kemenangan atau kegagalan dan kekalahan yang tanpa Anda sadari Anda sikapi secara zuhud, secara sufistik, menjadikan Anda diam-diam seorang zahid, seorang sufi–dalam satu momen hidup Anda.