Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 2)

Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 2)

Jangan Asal Pilih Penceramah! (Bagian 2)

Berdakwah sesuai bidang keahlian

Terkadang, masyarakat awam selalu mengidentikkan kalau seorang penceramah itu memiliki berbagai bidang keahlian. Sehingga semua hal terkait agama ditanyakan jika ada sesi tanya-jawab. Hal ini juga harus diperhatikan oleh seorang penceramah. Ustadz atau penceramah yang sudah terlanjur gengsi untuk berkata jujur bahwa ia tidak mampu menjawab, terkadang harus cari-cari alasan sampai-sampai memberikan fatwa ngawur asalkan tetap dipandang mampu.

Ilmu keislaman memiliki banyak cabang. Hal itu tidak cukup dipelajari dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, seorang penceramah juga harus mampu mengira-ngirakan kemampuan dan keahliannya.

Pada beberapa waktu kita sering menemukan ustad atau penceramah yang tiba-tiba tenar. Awalnya ia hanya berdakwah terkait pengalaman dia sebagai seorang muallaf, yakni seorang yang baru masuk Islam. Pengalaman keislamannya ia ceritakan dan bukukan agar umat Islam semakin yakin dan mantap dengan keislamannya. Sayangnya, semakin hari ustadz ini semakin percaya diri untuk merambah ke tema-tema yang lain, yakni tema-tema yang membutuhkan waktu dan materi belajar yang tidak sebentar. Ia mulai menilai bahwa ini haram, itu tidak boleh, ini tidak ada dalam al-Quran, dan itu tidak ada dalam ajaran Islam. Padahal ia sama sekali belum pernah belajar keilmuan terkait.

Ada juga seorang penceramah dari luar negeri. Videonya tersebar hingga penjuru dunia. Kemampuannya berdebat dengan berbagai pemeluk agama lain dan mengislamkan mereka menjadi nilai tersendiri bagi orang tersebut. Ia berdakwah dengan kemampuan pembacaannya atas ajaran-ajaran agama yang lain.

Sayangnya, ia juga mulai mengkafirkan orang lain atau menilai suatu budaya yang dilakukan oleh pemeluk Islam di daerah tertentu tidak pernah dilakukan Rasulullah Saw. padahal sama sekali dia tidak pernah belajar ushul fiqh atau keilmuan-keilmuan terkait yang digunakan sebagai peranti untuk mengarah ke masalah itu.

Para fans dari ustadz atau penceramah ini juga tidak mampu mengkategorikan keilmuan apa yang dimiliki dari penceramah-penceramah tersebut. Sehingga mereka selalu meniru dan mengikuti perkataan dan fatwa mereka terkait agama. Mereka lebih percaya dengan fatwa para penceramah ini daripada percaya dengan para Kyai dan akademisi yang telah bergelut lama di bidangnya.

Rasulullah Saw. pernah bersabda melalui hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang dimuat dalam kitab Sahih al-Bukhari:

إذا وُسِّدَ الأمرُ إلَى غَيْرِ أهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Jika suatu perkara diserahkan kepada seseorang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.

Hal ini menjadi himbauan bagi kita agar tidak memilih dan mempercayai perkataan seorang penceramah yang tidak memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Untuk sampai pada hal tersebut maka perlu kiranya untuk mengetahui seberapa jauh bidang keahlian dan pendidikan yang ia geluti.

 

Ramah dan Tidak Menebar Kebencian

Memang ada beberapa penceramah yang cukup keras dalam menanggapi isu-isu terkini. Sebagai seorang penceramah yang keras, ia harus menunjukkan bahwa dirinya tidak main- menanggapi isu-isu tersebut. Sayangnya, kita sering melihat penceramah-penceramah yang katanya keras tersebut terlalu melampaui batas dalam menyampaikan ceramah-ceramahnya.

Dalam beberapa kejadian ia mengajak para pendengarnya untuk membenci si A, si B dan si C. Ia bahkan menghina orang lain yang dianggap tidak sejalan dengan pemikirannya di depan para pengikutnya. Tak hanya itu, ia menyebutkan aib-aib orang tersebut. Padahal ia terlihat baik dan masih dihormati oleh para pengikutnya hanya karena Allah masih menutupi aib-aibnya.

Sebagai seorang penceramah seharusnya teladan utamanya adalah Rasulullah Saw. Rasulullah. Rasulullah Saw sudah jelas melarang umatnya untuk saling membenci:

لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا

Janganlah kalian saling membenci, saling dengki, dan saling bermusuhan.

Siapapun dalam urusan dakwah sekalipun dilarang untuk mencaci orang lain. Apalagi mengajak orang lain untuk mencaci dan membenci orang lain. Siapapun penceramahnya, baik Kyai, ustadz, atau habaib, jika mencaci orang lain, membuka dan menyebarkan aib orang lain maka tidak ada alasan lagi untuk tetap membela dan mengikutinya.

Maka dari itu tentu kita tidak boleh asal pilih penceramah apalagi mempercayainya bahkan sampai fanatik terhadapnya. Terkadang orang lain yang terlalu fanatik kepada penceramah tersebut, mereka selalu membelanya walaupun sudah begitu jelas kesalahan yang telah dilakukan.