Belakangan semarak webinar dengan tema “Wasathiyah” kembali digaungkan oleh para pakar literasi. Dalam seminggu bisa muncul tema serupa mengenai wasathiyyah atau moderasi yang ditinjau dari berbagai aspek. Bahkan moderasi berseri telah diselenggarakan oleh PPIM UIN Jakarta dalam kerjasamanya dengan Convey Indonesia sudah memasuki seri kesepuluh.
Panelis yang diundang atau diminta untuk mengisi acara webinar series tidak hanya kalangan lokal, di kancah internasional pun turut diajak. Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di serie perdana berkesempatan membuka diskusi online mengenai wasathiyyah. Tema yang diusung mengenai “Moderasi Beragama: Islam Wasathiyyah dan Kerukunan Bangsa”.
Wasathiyyah Islam atau Islam Wasathiyyah merupakan suatu corak pemahaman dan praksis Islam, serta merupakan metode pendekatan kontekstualisasi Islam di tengah peradaban global. Kehadiran Islam Wasathiyyah atau Islam Moderat sangat perlu dan dibutuhkan baik untuk lingkungan Islam sendiri, maupun di tengah pergulatan Islam dengan beragam agama di bumi nusantara dan sistem dunia lainnya.
Pemahaman dan praktik keislaman wasathiyyah menjadi keniscayaan di dunia muslim dan peradaban dunia yang disebabkan pemahaman dan praksis keagamaan yang tidak wasathiyyah dan perkembangan dunia yang tidak berkesimbungan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, sains—teknologi, lingkungan hidup, dan lain sebagainya.
Sebagaimana disampaikan oleh Lukman Hakim Saifuddin, setiap manusia yang ada di dunia ini berada pada posisi balance (berimbang) dan kompetitif (berdaya saing) dalam menjalankan kehidupannya. Kemungkinan agama dijadikan alat untuk mengagregasi kepentingan tertentu dengan dalih kepentingan agama tidak bisa dihindarkan.
Menurut mantan ketua Lakspesdam PBNU ini, Indonesia ditakdirkan sebagai bangsa yang majemuk. Bangsa yang berkepulauan, serta bernilai budaya dan negara yang multi religi. Ada satu kalimat yang sangat menarik dari pemaparan mantan Menag era Presiden Jokowi periode pertama ini. Kurang lebih ia mengatakan, “Di Indonesia bukan agamanya yang perlu di moderatkan tetapi cara beragamanya atau cara manusia beragama.”
Menurut hemat saya, Lukman Hakim Saifuddin hendak menyampaikan kepada kita bahwa dalam beragama yang musti dipelihara dan dirawat dengan baik bukan hanya agamanya, karena agama sudah menjadi nilai ajaran yang paten. Kaum beragamanya atau penganut agamanya juga penting untuk diberikan arahan serta pemahaman mengenai nilai-nilai moderasi yang berprinsip nilai-nilai agama, khususnya dalam membangun kesepahaman dan pengamalan atas nama agama yang dipercayainya. Dengan kata lain, memanusiakan manusia lewat cara dan sudut pandang agama supaya tidak menyimpang dari disiplin norma-norma agama.
Meski Indonesia berpenduduk mayoritas Islam, namun tidak menutup kemungkinan pemahaman individu beragama tidak akan sama dengan individu lainnya. Agama Islam sudah jelas-jelas menginstruksikan diri sebagai agama rahmah, namun apakah umat muslim mayoritas di Indonesia sudah moderat?
Nilai dan norma beragama tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan manusia. Prinsip moderasi setidaknya ada dua, pertama, adil, (tidak condong terhadap suatu perkara) kedua, balance (berimbang). Dua komponen ini yang seringkali didengungkan oleh pakar teologi. Menyatukan persepsi agama rahmah tidak mudah di tengah masyarakat milenial. Meski karakter Islam Wasathiyyah antara lain selalu bersikap tawasut, tawazun dan muwatonah (cinta tanah air).
Sepantasnya Nusantara menjadi contoh rigid dalam persoalan moderasi Islam. Sebagaimana telah dicontohterapkan oleh NU dengan prinsip al-muhafadzatu alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, serta Islam berkemajuan yang menjadi ciri khas Muhammadiyah. Oleh karena itu, munculnya generasi Muslim radikal belakangan ini sebenarnya sebuah pengecualian, karen bukan saja tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Islam, namun juga tidak sejalan dengan praktik yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Dalam Islam, sama sekali tidak ada jalan hidup yang sulit, memasung, dan anti kemajuan. Muslim sejati adalah muslim yang memegang teguh prinsip moderasi dalam segenap lini hidupnya, bahkan dalam aktivitas ibadah sekalipun. Kelahiran generasi Muslim Moderat sejatinya adalah kelahiran-kembali generasi muslim sebagaimana pernah terjadi dalam sejarah masa lalu, sebagaimana dicontohkan dan dipraktikkan oleh Nabi dan generasi-generasi setelahnya. (AN)