5 Tingkatan Toleransi Menurut Lukman Hakim Saifuddin

5 Tingkatan Toleransi Menurut Lukman Hakim Saifuddin

Ada lima tingkatan toleransi menurut Lukman Hakim Saifuddin.

5 Tingkatan Toleransi Menurut Lukman Hakim Saifuddin
Lukman Hakim Saifuddin saat menghadiri TUNAS Gusdurian 2022. Menurutnya, ada 5 tingkatan toleransi.

Toleransi menjadi sesuatu yang harus terus diupayakan di tengah keragaman yang memang sudah menjadi sunnatullah. Karena, hanya dengan toleransi, keragaman dapat menjadi indah, bukan pemecah-belah. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, ada lima tingkatan toleransi yang dilalui seseorang sebelum mencapai tingkat tertinggi.

Pertama, menyadari adanya perbedaan. Tingkatan paling awal dari toleransi adalah munculnya kesadaran dalam diri bahwa manusia hidup di tengah keragaman. Banyak sekali perbedaan yang ada di sekitar kita dengan berbagai bentuknya. Keyakinan, suku, pandangan politik, pemahaman keagamaan, dan sebagainya. Tanpa kesadaran akan adanya keragaman, seseorang akan sulit menjadi pribadi yang toleran. Kesadaran ini juga menjadi modal utama untuk bisa mencapai tingkatan toleransi yang lebih tinggi.

Kedua, bersedia untuk mempelajari dan memahami yang berbeda. Setelah menyadari adanya perbedaan, tingkatan selanjutnya adalah munculnya kemauan untuk mempelajari dan memahami perbedaan tersebut. Ini penting dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya gesekan. Kecurigaan terhadap yang berbeda seringkali muncul karena enggan mempelajari yang berbeda. Sehingga menyebabkan seseorang terkungkung dalam prasangka.

Ketiga, muncul rasa saling menghargai dan menghormati. Rasa ini muncul sebagai hasil dari mempelajari dan memahami perbedaan. Tidak ada lagi rasa saling curiga, semua pihak mampu menghargai dan menghormati pilihan masing-masing. Di sini, Lukman Hakim Saifuddin menekankan bahwa menghormati tidak sama dengan menyetujui. Ketika seseorang menghormati pilihan orang lain, tidak serta merta berarti dirinya menyetujui.

Yang dimaksud menghargai dan menghormati pilihan orang lain adalah tidak memaksa mereka untuk sama dengan kita. Boleh saja meyakini pilihan kita adalah yang paling tepat, tapi tidak lantas membuat kita boleh memaksa orang menyetujui pilihan kita. Begitu pun sebaliknya, orang lain juga tidak boleh memaksa kita untuk menyetujui pilihan mereka. Cukup saling menghargai dan menghormati pilihan masing-masing.

Keempat, memfasilitasi mereka yang berbeda. Setelah mampu menghargai dan menghormati, tingkatan selanjutnya adalah membantu menyediakan fasilitas yang layak bagi mereka yang berbeda. Kalau pun belum mampu memfasilitasi, minimal kita tidak boleh menghalangi atau mempersulit mereka dalam menjalankan pilihannya.

Terakhir, tingkatan yang paling tinggi adalah bersedia untuk bersinergi. Pada tahap ini, perbedaan di antara masing-masing sudah tidak berarti sama sekali. Alih-alih berfokus pada perbedaan, seseorang yang telah mencapai tingkatan toleransi ini lebih berfokus pada tujuan-tujuan bersama yang lebih besar.

Demikianlah kelima tingkatan toleransi menurut Lukman Hakim Saifuddin. Materi ini beliau sampaikan saat menjadi tamu undangan dalam forum isu prioritas Temu Nasional (TUNAS) Gusdurian 2022 akhir pekan lalu. Beliau juga menambahkan, bersikap toleran merupakan keharusan bagi semua orang. Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan. Pertama, karena perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Dan, kedua, manusia adalah makhluk sosial, yang dalam interaksi dengan sesamanya pasti akan menjumpai berbagai perbedaan. [NH]