Hampir semua umat Islam dan termasuk saya sepakat bahwa Islam secara universal itu sama, satu, tidak ada perbedaan dan perubahan. Islam itu Shalih likulli zaman wal makan, artinya berlaku selamanya sampai kapan pun dan dimana pun. Islam pada tataran ini yang dimaksud Islam sebagai sumber ajaran yang berasal dari al-Qur’an dan ditambah dengan hadis.
Saya belum menemukan al-Qur’an sebagai sumber utama umat Islam di dunia ini ada yang berbeda secara prinsip. Misalnya ada al-Qur’an berisi 31/40 juz dengan isi surat yang berbeda pula. Artinya dalam hal ini Islam itu tetap satu. Kalau ada yang berbeda saya sepakat dianggap sesat, dan itu tidak Islam.
Al-Qur’an sebagai pedoman mengandung nilai-nilai kehidupan, sejarah, ilmu alam, ilmu ketuhanan, membahas tentang ibadah dan masih banyak lagi. Kandungan ini menjadi petunjuk dan isyarat-isyarat untuk manusia yang membacanya.
Dari pemahaman tersebut lalu muncul pertanyaan apakah dibenarkan kalau ada Islam ini dan itu, ada Islam Nusantara, Islam berkemajuan, Islam Arab, dan seterusnya? Kalau benar begitu Berarti bersebarangan dengan konsep di atas dong?
Nah, inilah yang kadang umat Islam belum bisa membedakan antara Islam universal (Islam sebagai ajaran, sumber norma, sumber hukum, dan sumber segala sumber) yang seluruh dunia sama, dengan tanggapan umat muslim terhadap ajaran tersebut.
Jadi perlu dibedakan antara al-Qur’an itu sendiri dengan umat Islam memahami al-Qur’an. Yang pertama Al-Qur’an dengan isinya itu sifatnya universal tidak berubah sampai kapan pun. Kalau ada yang tidak sama berarti itu bermasalah bisa dianggap sesat. Namun yang kedua yaitu umat Islam memahami al-Qur’an lalu diimplementasikan dalam kehidupan, inilah yang saya sebut dengan Islam praktikal. Singkat ceritanya umat Islam menjalankan ajaran yang dipahami.
Dalam sejarahnya umat Islam dulu hingga kini, pada bagian yang kedua ini terjadi perbedaan. Misalnya saja lahirnya ragam tafsir al-Qur’an, lahirnya madzhab fikih, lahirnya ragam pemaknaan sistem politik Islam, dan masih banyak yang lain. Ini menunjukkan bahwa tidak ada yang universal pada level kedua ini.
Mengapa pada level kedua ini ada perbedaan, padahal sumbernya satu yang sama. Jawabannya yang paling mudah adalah, karena isi kepala yang memahami al-Qur’an itu berbeda-beda. Perbedaan isi kepala itu bisa disebabkan karena ilmu yang dimiliki, karena dipengaruhi tradisi atau budaya tertentu, bisa karena memiliki motif tertentu, dan masih banyak sebab lain lagi.
Dari Islam praktikal ini bisa melahirkan konsep Islam yang beragam. Misalnya ada Islam berkemajuan, Islam Nusantara, Islam progresif, Islam inklusif, Islam wasatiyah, Islam Arab, Islam transnasional, Islam konservatif, Islam modern, Islam tradisional, dan lain lain. Ini semua tergantung siapa yang memahaminya atau menggagasnya.
Nah, dari sini tidak boleh terbalik balik memahaminya. Islam yang universal jangan dimasukkan sebagai Islam praktikal, atau sebaliknya. Keduanya harus ditempatkan sesuai dengan posisinya.