Islam bukan agama yang menganjurkan pengautnya untuk bermuka masam dan bengis. Melainkan agama yang mengajarkan umatnya untuk bermurah senyum, mengasihi, ramah dan bersikap lembut kepada orang lain. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sabda baginda Nabi Muhammad Saw:
إِنَّكُمْ لَا تَسَعُوْنَ النَّاسَ بِأَمْوَالِكُمْ فَلْيَسَعْهُمْ مِنْكُمْ بَسْطُ الْوَجْهِ وَحُسْنِ الْخُلُقِ. رواه الترمذي
“Sesungguhnya kalian tidak akan bisa menarik hati manusia dengan harta kalian, maka tariklah hari mereka dengan wajah berseri dan akhlak mulia” (HR. Tirmidzi)
Berwajah ceria dan berseri merupakan salah satu akhlak Rasulullah Saw. yang harus kita teladani dalam kehidupan sehari-hari. Karena menampakkan wajah ceria dan berseri kepada orang lain dapat membuat orang lain ikut merasa bahagia dan simpati. Allah swt berfirman dalam surah Luqman ayat 18,
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18)
“Dan janganlah engkau memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong serta membanggakan diri” (Q.S Luqman : 18)
Ibn katsir dalam menjelaskan ayat tersebut mengatakan bahwa ayat tersebut bermakna sebuah larangan memperlakukan lawan bicara dengan tidak baik. Ia berkata, “janganlah engkau memalingkan wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara. Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah lembutlah dan berwajah cerialah di hadapan orang lain.”
Sebagai seorang pemimpin sekaligus seorang Nabi, Rasulullah saw. adalah sosok orang yang paling berwibawa dan tentunya disegani baik oleh umatnya maupun yang memusuhinya. Walaupun demikian, beliau tetap mengembangkan senyum bahkan kadang kala tertawa kecil. Diriwayatkan, jika Rasulullah saw. tertawa sampai gigi geraham beliau kelihatan. Ini menunjukan bahwa Rasulullah saw. tertawa lepas karena ledakan kebahagian di dalam hatinya. Sebagaimana dalam satu riwayat hadits yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari disampaikan,
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللهِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُهُ مِنْ فِيْهِ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ هَلَكْتُ قَالَ وَمَا شَأْنُكَ قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِيْ فِيْ رَمَضَانَ قَالَ تَسْتَطِيْعُ تَعْتِقُ رَقَبَةً قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ قَالَ لَا قَالَ فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أَنْ تُطْعِمَ سِتِّيْنَ مِسْكِيْنًا قَالَ لَا قَالَ اجْلِسْ فَجَلَسَ فَأَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرْقٍ فِيْهِ تَمْرٌ وَالْعَرْقُ الْمِكْتَلُ الضَّخْمُ قَالَ خُذْ هَذَا فَتَصَدَّقْ بِهِ قَالَ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنَّا فَضَحِكَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ أَطْعِمْهُ عِيِالَكَ (رواه البخاري)
“Seorang lelaki menemui baginda Nabi saw. dan berujar, ‘Celakalah aku!’ ‘Kenapa denganmu ?’ Tanya baginda Nabi. Dia menjawab, ‘Aku menyetubuhi istriku di bulan Ramadhan.’ Nabi bertanya, ‘Mampukah kamu membebaskan seorang budak ?.’ ‘Tidak,’ jawabnya. Tanya Nabi, ‘Apakah kamu bisa berpuasa dua bulan secara berturut-turut ?.’ ‘Tidak,’ jawabnya. Tanya Nabi, ‘Apakah kamu bisa memberi makan enam puluh orang miskin ?.’ ‘Tidak,’ jawabnya. Nabi bersabda, ‘Kalau begitu duduklah.’ Orang itupun duduk, dan Nabi membawakan segantang penuh kurma dan berujar, ‘Ambillah kurma ini dan pergunakanlah untuk bersedekah.’ Orang tadi menjawab, ‘Apakah aku berikan kepada orang yang lebih miskin dari kami ?.’ Baginda Nabi saw. pun tertawa hingga terlihat gigi serinya seraya beliau bersabda, ‘Berilah makan keluargamu dengannya.’.” (HR. Bukhari)
Dalam kesempatan lain baginda nabi saw bersabda kepada sayyidah ‘Aisyah Ra:
“Wahai aisyah, sesungguhnya allah itu maha lemah lembut, sangat mencintai kelemahlembutan.” (Muttafaq alaih)
Seorang hamba akan bernasib baik selama ia bersikap lemah lembut. Sikap lemah lembut merupakan salah satu bukti kesalehan dan menunjukan kemuliaan akhlaknya. Bersikap lemah lembut kepada sesama akan menumbuhkan jiwa kasih sayang dan mempererat tali persaudaraan.
Orang yang berakal sehat tentu tidak akan mengingkari bahwa sekarang ini kita hidup pada zaman yang sedang mengalami krisis keteladanan dan krisis moral. Pada zaman ini, aneka syahwat dan syubhat tersebar luas, sebagian besar manusia telah berpaling dan tidak lagi patuh kepada Allah, Tuhan pemilik langit dan bumi, sedang sebagian yang lain sibuk mengumpulkan harta benda. Dengan begitu, senyum penuh kasih sayang dan ucapan-ucapan yang baik hampir lenyap pergi meninggalkan kita. Umat islam harus dapat mengembalikan senyum penuh kasih sayang dan ucapan-ucapan yang baik dan lembut. Semua itu untuk menyatukan dan membuka hati serta menjadikan tangan-tangan berjabatan. Di sisi lain, untuk menunjukan kepada seluruh alam bahwa agama islam bukan agama yang menekankan muka masam dan bengis, melainkan agama yang penuh senyum, kasih sayang, keramahan dan kelembutan.
Islam mengajarkan kepada umatnya agar membiasakan diri menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok yang dapat menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarkannya.
Allah Swt berfirman pada surah Ibrahim ayat 24:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS Ibrahim : 24)
Ketika menafsirkan ayat tersebut, Ibnu Abbas Ra. Berkata, “Kalimat yang baik adalah persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah. Adapun maksud firman Allah Swt ‘seperti pohon yang baik’ adalah perumpamaan seorang mukmin”
Wallahu a’lam.
*) Penulis adalah Pegiat Komunitas Literasi pesantren (KLP), tinggal di Sidoarjo