Siapa atau apakah yang menang dalam Pilkada DKI Jakarta yang baru usai? Perdebatan tentang berbagai alasan pro-Anies dan anti-Ahok sudah berlangsung selama beberapa bulan. Setelah Pilkada, berdasarkan hasil exit poll beberapa lembaga, kesimpulannya sulit dibantah: Faktor agama memainkan peran utama bagi kekalahan Ahok-Djarot. (Lihat grafik exit poll SMRC dan 3 lembaga lain di Tempo di bawah; dan dari Indikator Politik) Yang lebih impresif adalah kenyataan bahwa Ahok kalah meskipun, seperti ditunjukkan LSI dan Median, tingkat kepuasan warga Jakarta atas kepemimpinannya sangat tinggi!
Suka atau tidak, sentralnya isu agama telah meminggirkan debat-debat lebih penting tentang kebijakan perkotaan yang meskipun ada namun tak menonjol. Pilkada DKI 2017 memang berbeda dari beberapa pilkada, pemilu, dan pemilihan presiden sebelumnya, yang hampir selalu menunjukkan rendahnya faktor agama. Karena itulah beberapa media, khususnya media berbahasa Inggris, dengan cepat mengambil kesimpulan luas yang bukan saja menekankan faktor agama dalam Pilkada (misalnya “Christian governor ousted”, atau “Muslim candidate elected”), tapi lebih jauh lagi menyimpulkan bahwa “Indonesia makin konservatif”, bahkan kemenangan Anies-Sandi adalah “kemenangan prasangka atas pluralisme”.
Sejauh mana ketepatan klaim-klaim di atas? Imam Shamsi Ali (dan juga Yenni Wahid) mengkritik keras media yang menyebut bahwa kemenangan Anies-Sandi adalah kemenangan kelompok radikal. Baginya, ini adalah kemenangan demokrasi Indonesia; adanya sebagian kelompok Muslim “radikal” tak berarti kemenangan Anies adalah kemenangan radikalisme.
Benar juga bahwa sebagian pendukung Anies-Sandi berharap akan membantu penegakan syariat, dalam pemahaman spesifik mereka, namun keduanya tak menjanjikan itu. Bagi sebagian kelas bawah Muslim, agama mungkin sekadar menjadi ungkapan dari kekecewaan lebih nyata atas kebijakan-kebijakan Ahok (seperti yang diungkapkan Ian Wilson). Berdasarkan survei, tak sedikit (artinya banyak “Muslim biasa”) yang meyakini bahwa Ahok memang melakukan penodaan agama (meskipun mayoritas tak pernah mendengar ucapan Ahok), dan ini juga tidak selalu berarti mereka intoleran, namun ada konteks khusus yang tidak bisa diabaikan dalam hal ini.
*) Artikel ini dikutip dari web CRSC UGM. Baca selengkapnya di link berikut ini.