Ilmu dalam Islam, khususnya fikih (tata cara berkaitan melakukan ibadah) ada yang di tataran permukaan dan ada pula lapisan dalamnya. Yang di permukaan terlihat kaku dan keras. Namun di bagian terdalam terlihat lentur dan fleksibel.
Misalnya, orang yang baru belajar bab najis akan berhadapan dengan berbagai bentuk najis dan macam-macam cara mensucikannya. Namun dalam kondisi tertentu saat kesulitan dan ketidakmampuan, misalnya najis telah merata dan sulit dihilangkan, maka fikih Islam mengenal istilah ma’fu ‘anhu atau ditolerir.
Bersuci menghilangkan hadas besar dan kecil harus menggunakan air. Namun jika tidak menemukan air, atau ada air namun tidak dapat digunakan karena orangnya sakit -yang telah diberi tahu oleh dokter bahwa jika menggunakan air maka akan tambah parah atau sembuh semakin lama-, atau air digunakan untuk diminum dan sebagainya maka ada alternatif bersuci dengan tanah, disebut Tayammum.
Shalat berdiri hukumnya wajib. Namun dalam kondisi tertentu, misalnya sakit, maka Islam memperbolehkan shalat dengan cara duduk. Jika tidak mampu maka dengan berbaring dan seterusnya.
Shalat juga memiliki hitungan jumlah dan waktu, tidak boleh dilakukan kurang atau di luar waktu shalat. Tapi ketika dalam keadaan bepergian yang jauh, atau berada dalam rumah sedang sakit, maka Islam memberi solusi shalat Qashar dan Jamak.
Puasa hukumnya wajib bagi setiap Muslim yang sehat, mampu dan tidak sedang bepergian jauh. Namun jika ada kendala tertentu maka boleh tidak puasa namun wajib diganti di lain hari. Untuk sebagian orang tertentu malah cukup membayar fidyah 6 ons beras.
Makan bangkai, darah dan babi hukumnya haram. Namun bila tidak menemukan sama sekali makanan yang halal sementara jika tidak makan makanan haram menyebabkan pada kematian atau hampir mati, maka diperbolehkan sebatas terhindar dari mati. Artinya setelah menemukan yang halal maka tidak boleh mengkonsumsi makanan haram lagi.
Kok sepertinya dalam Islam banyak keringanan? Sebab Allah berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ ۚ
“Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (QS: Al-Haj ayat 78)
Dalam hadis disebutkan:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ، ﻋَﻦِ اﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ اﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺎﻝَ: ﺇِﻥَّ اﻟﺪِّﻳﻦَ ﻳُﺴْﺮٌ، ﻭَﻟَﻦْ ﻳﺸﺎﺩ اﻟﺪِّﻳﻦَ ﺃَﺣَﺪٌ ﺇِﻻَّ ﻏَﻠَﺒَﻪُ، ﻓَﺴَﺪِّﺩُﻭا ﻭَﻗَﺎﺭِﺑُﻮا، ﻭَﺃَﺑْﺸِﺮُﻭا
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Islam itu agama yang mudah. Tidaklah seseorang melakukan ajaran agama dengan memaksakan diri di luar kemampuannya kecuali akan kembali kepada kemudahan. Lakukanlah dengan tengah-tengah dan mendekati pada kesempurnaan. Serta berilah kabar gembira” (HR Bukhari)