Perjalanan panjang seorang Gus Dur tidak bisa lepas dari gagasan-gagasan besar yang mempengaruhi hidupnya. Gus Dur menyerap saripati inspirasi, menyesap gagasan, sekaligus bertungkus-lumus dengan kebijakan yang diwariskan para pemimpin besar dunia. Sepanjang waktu belajar, Gus Dur menyerap warisan intelektual dan hikmah. Di antara tokoh penting yang menginspirasi Gus Dur, Mahatma Gandhi merupakan sosok istimewa.
Yenni Wahid, putri Gus Dur, mengakui bahwa ayahandanya terpengaruhi oleh kebajikan dan warisan tindakan Mahatma Gandhi. Pikiran dan wisdom dari Gandhi tidak hanya mempengaruhi kultur kepemimpinan India, namun juga mengilhami para pemimpin besar dunia.
“Bapak banyak terilhami oleh figur-figur yang dikaguminya, seperti Mahatma Gandhi yang membela rakyat dengan memberdayakan dan tanpa kekerasan,” ungkapnya dalam sebuah agenda di Rumah Pergerakan Gus Dur, Kalibata Jakarta, 26 September 2018.
Menurut Yenni, sosok Gandhi sangat berpengaruh dalam gagasan dan tindakan Gus Dur. Sebab, Gandhi berjuang dengan kesederhanaan, konsistensi dan pengabdian. Gandhi berjuang tanpa kekerasan, sekaligus membalut semua gerakan dengan welas asih, dengan kebijaksanaan.
“Ayah saya menghadirkan keadilan sosial dengan cara memenuhi memenuhi basic rights, atau hak-hak dasar bagi segenap bangsa Indonesia, tanpa membeda-bedakan agama, keyakinan, warna kulit, ras, gender dari rakyat yang dipimpinnya,” terang Yenni, sebagaimana diarsip Republika (26 September 2018).
Yenni Wahid mengakui bahwa Gus Dur sangat terinspirasi oleh sosok Gandhi, dalam kerja-kerja pengabdian dan kemanusiaan. “Bapak banyak terilhami oleh figur-figur yang dikaguminya, seperti Mahatma Gandhi yang membela rakyat dengan cara memberdayakan dan tanpa kekerasan. Dua-duanya berpikir dan bertindak sederhana, namun kaya dalam karya.”
Mahatma Gandhi mewariskan tiga mantra dalam perjuangan kemanusiaan. Ketiga mantra inilah yang menjadi pegangan dan prinsip dasar bagi setiap pemimpin di manapun di belahan dunia ini, yang berjuang dengan mengedepankan welas asih, berjuang tanpa kekerasan.
baca juga: Dakwah Gandhi dan Nabi Muhammad
Mantra itu yakni ahimsa, satyagraha dan swadesi. Ahimsa merupakan falsafah pantang kekerasan yang dikembangkan Gandhi. Sedangkan, satya graha bermakna aksi perjuangan yang mengutamakan pendekatan damai. Selain itu, Gandhi juga mewariskan prinsip Swadesi. Yakni, selalu hidup mandiri dan tidak bergantung pada siapapun.
“Gandhi berani meninggalkan karir gemilang di bidang hukum, menjadi pengacara sukses di Afrika Selatan dalam usia belum sampai 30 tahun, dengan penghasilan tinggi dan kedudukan yang terhormat di masyarakat India yang ada di Afrika Selatan.” Gus Dur membuka catatan tentang sosok Gandhi.
“Ia tinggalkan itu semua, untuk mengabdi kepada kejayaan dan kemerdekaan India dari penjajahan Inggris. Untuk itu, ia harus berjalan kaki berkeliling di seluruh India, dengan segala kesederhanaan hidup, termasuk memintal kapas untuk membuat sendiri kain yang dipakainya,” tulis Gus Dur, dalam esai ‘Gandhi dan Prinsip-Prinsipnya’.
Menurut Gus Dur, Mahatma Gandhi di merupakan cermin hidup dari sikap ingin membela orang kecil, yang kemudian pada era selanjutnya diteruskan oleh para pemimpin semisal Vinoba Bhave dan Prakash Narayan. Menurut Gus Dur, para pemimpin politik India semisal Jawaharlal Nehru juga mewarisi kesederhanaan dari Gandhi. Sederhana, namun tetap bersahaja.
Dari Gandhi, Gus Dur menghormati India sebagai bangsa besar. Diplomasi Gus Dur berupaya merangkul India dan China dalam sebuah jejaring ekonomi-politik Asia. Kita melihat, di samping jumlah penduduk yang besar, diaspora India di berbagai negara merupakan kekuatan gigantik. Keuntungan sebagai negara bekas jajahan Inggris, memudahkan akses bahasa dan kesempatan belajar di pelbagai perguruan tinggi dunia. Maka, saat ini, banyak professor dan akademisi India berkarir di beberapa kampus serta lembaga riset internasional.
Gus Dur menganggap India sebagai negara penting dalam diplomasi Indonesia. Pada Februari 2000, selepas kunjungan ke Eropa, presiden Gus Dur melanjutkan lawatan ke India. Di negeri itu, Gus Dur diagendakan bertemu dengan PM Atal Behari Vejpaye dan Sonia Gandhi. Presiden Gus Dur juga dianugerahi gelar doktor honoris causa dari Universitas Jawaharlal Nehru.
Arsip video dari AP Press, menayangkan bagaimana sambutan pemerintah atas kehadiran Gus Dur. Didampingi Yenni Wahid dan Menlu Alwi Shihab, Gus Dur menyapa para pejabat pemerintahan India serta melayani pertanyaan dari beberapa jurnalis. Lawatan Gus Dur ini untuk berdiskusi dengan para pemimpin India, sekaligus membuka peluang kerjasama lebih lanjut.
Gagasan Gus Dur untuk membangun kerjasama Indonesia-India terus berlanjut. Pada Mei 2001, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan KTT G-15 yang digelar di Jakarta Convetion Center. Di sesela kegiatan itu, turut diselenggarakan Indonesian International Telecommunication and Information Technology (IITELMIT). Waktu itu, Luhut Binsar Pandjaitan yang menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan, membuka konferensi.
baca juga: ultrakonservatisme di India vs di Indonesia
Gus Dur tidak membuang kesempatan, di tengah hadirnya para pemimpin pemerintahan lintas negara. Beliau mengundang Menteri IT Tiongkok dan India ke istana negara. Kisah ini diriwayatkan juru bicara presiden Gus Dur, Adhie M Massardi.
“Sesungguhnya, kita bertiga ini mewakili tiga negara yang kalau ditotal jumlah penduduknya, hampir setengah penghuni dunia,” demikian Gus Dur membuka perbincangan, setelah joke-joke segar beliau meningkatkan keakraban.
“Jadi, kalau kita kompak, kita bisa menguasai paling tidak setengah pasar dunia atas produk IT kita. Jadi, kalau RRC yang kuat di sektor hardware dan India yang canggih di bidang software serta Indonesia bisa membantu di kedua sektor itu bersatu, kita bisa melahirkan produk IT yang berkualitas dan mampu menguasai pasar dunia.” Gus Dur mulai melemparkan gagasan, menawarkan negosiasi.
Dari perbincangan inilah, gagasan tentang poros Jakarta-Beijing-New Delhi menemukan konteksnya. Gus Dur sangat jeli melihat peta geopolitik dan potensi ekonomi dunia, sehingga secara tepat menganalisa serta memperhitungkan peluang. Bagi Gus Dur, koalisi Indonesia, China dan India akan melahirkan kekuatan besar di bidang politik, ekonomi dan teknologi. Peluang perdagangan internasional juga di depan mata.
Diplomasi Gus Dur tentang poros Jakarta-Beijing-New Delhi, merupakan ide besar dua dekade silam. Saat ini, tentu kondisi geopolitik sudah sangat berbeda, tapi jejak gagasan Gus Dur masih sangat membekas serta perlu disegarkan.
Dari warisan pengetahuan India, Gus Dur menyesap gagasan dan kesederhaaan Gandhi. Dari Gandhi, Gus Dur mengajarkan kita tentang kemandirian, kebersahajaan, welas asih, pengabdian dan perjuangan tanpa kekerasan (*)