Sekarang warganet lagi ramai membincang cadar. Saya tidak ingin menjelaskan kontroversi pelarangan cadar di salah satu kampus di Yogyakarta dari sudut pandang hukum Islam. Di sini, saya ingin menjelaskan seputar tiga kata yang berkaitan dengan penutup wajah, yaitu cadar, burkak, dan nikab, dari sudut pandang bahasa.
Kata cadar sudah ada semenjak Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) terbit untuk yang pertama kali pada tahun 1988. Saat itu, kata cadar sudah bermakna (1) kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan); (2) kain penutup meja; alas meja; seprai (untuk kasur). Perlu diketahui, kata cadar merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta ācchādana yang memiliki makna dasar ‘benda untuk menutup sesuatu’ (Lihat: Kamus Etimologi Sansekerta ke Dalam Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016).
Selain cadar, ada juga kata lain yang sudah diserap KBBI untuk mengkonsepkan penutup wajah, yaitu burkak. Nah, kata burkak ini dalam KBBI edisi cetak keempat sekitar tahun 2008-an belum diserap KBBI dari bahasa Arab. Burkak baru diserap KBBI kisaran tahun 2011 hingga 2016. Bila melihat kamus-kamus eka bahasa Arab, ada tiga variasi pengucapan kata serapan tersebut. Ada yang mengucapkan burqu’, burqa’, dan burqū’. Namun menurut Abu Hatim al-Sijistani, pakar bahasa dari Basrah, seperti yang dikutip Ibnu Manzhur, di antara ketiga kata tersebut, kata yang baku adalah burqu’ yang memiliki bentuk plural barāqi’.
Beberapa kamus bahasa Arab, seperti al-‘Ain, Jamharatul Lughah, Tahdzibul Lughah, dan Lisanul ‘Arab menyebutkan bahwa burqu’ itu merupakan penutup wajah perempuan Arab badui ataupun hewan hingga yang terlihat hanya tinggal dua bola matanya saja. Belakangan, terdapat sebuah peribahasa Arab dari bentuk plural burqu’ sebagaimana berikut:
تحت البراقع سُمٌّ ناقع
Di balik cadar, ada racun yang mematikan
Menurut Ahmad Mukhtar Umar, linguis Arab dari Mesir, maksud peribahasa di atas adalah pengingat bagi kita agar tidak melihat penampilan seseorang hanya dari luarnya saja. Banyak orang yang berpenampilan serba menggunakan simbol Islam, tapi dia ternyata pencuri uang rakyat.
Sementara yang terakhir, yaitu nikab, belum diserap KBBI. Padahal, menurut pandangan subjektif saya, nikab lebih sering terdengar daripada burkak. Mungkin kata yang terakhir sedang dalam proses validasi untuk diserap KBBI. Terlepas dari itu, nikab dalam bahasa Arab ditransliterasikan dengan niqāb yang juga digunakan untuk makna ‘penutup wajah’.
Istilah niqāb patut diduga lahir belakangan setelah burqu’. Awalnya yang memakai penutup wajah itu adalah perempuan-perempuan Arab kampung/badui (al-a’rāb), penutup wajah yang merekaa pakai, seperti yang sudah disebutkan di atas, bernama burqu’. Karena penggunaan penutup wajah perempuan Arab mulai beragam, lahirlah kata niqāb.
Bila burqu’ digunakan untuk konsep penutup wajah yang hampir semua wajah perempuan tertutup kecuali dua bola matanya, dan menurut riwayat lain hanya satu mata saja, maka niqāb lebih renggang lagi. Tidak hanya dua bola mata yang terlihat, akan tetapi kedua tulang pipi juga terlihat.
Karena itu, leksikograf Arab abad ke-4 hijriah, al-Azhari dalam Jamharatul Lughah menyisipkan beberapa kata mengenai penutup wajah bagi perempuan. Al-Azhari sendiri mengutip pendapat al-Farra. Penutup wajah perempuan yang memperlihatkan mata itu bernama washwashah (وصوصة). Bila penutup wajah itu diturunkan sedikit sampai terlihat tulang pipi, maka penutup wajah itu namanya niqāb (نقاب). Satu lagi, bila penutup wajah itu memperlihatkan hidung perempuan, maka dinamakan lifām (لفام).
Karena itu, Imam Ibnu Sirin, seorang tabiin senior, pernah berkata demikian:
النِّقاب مُحْدَثٌ
Nikab itu budaya (Arab) baru (muhdats).
Menurut Abu Ubaid al-Harawi dalam Gharibul Hadits, perkataan Imam Ibnu Sirin ini sering kali disalahartikan bahwa perempuan Arab itu tidak pernah mengenal tradisi menutup wajah. Menurut al-Harawi, yang betul adalah perempuan Arab menutup wajah hingga hanya terlihat dua bola matanya saja, bahkan ada juga yang menyisakan hanya satu mata yang terbuka. Namun belakangan, perempuan Arab lebih longgar menggunakan penutup wajah. Mereka menutupi wajah hanya sampai tulang pipi saja. Inilah budaya baru yang dimaksud Ibnu Sirin di atas.
Tulisan ini pernah dimuat di bincangsyariah.com