Setiap orang menghendaki dalam hidupnya selalu tercukupi dalam urusan harta benda, ia berusaha mati-matian untuk mendapatkannya, pergi pagi dan pulangnya menjelang pagi lagi. Memang betul materi ini sangat berarti, namun tak selamanya yang berarti itu selalu identik dengan materi.
Di dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim mengutip sebuah hadis yang berbunyi:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﻟﻴﺲ اﻟﻐﻨﻰ ﻋﻦ ﻛﺜﺮﺓ اﻟﻌﺮﺽ، ﻭﻟﻜﻦ اﻟﻐﻨﻰ ﻏﻨﻰ اﻟﻨﻔﺲ. رواه مسلم
Artinya: diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “tidak dikatakan kaya bila bergelimang harta, namun yang dimaksud kaya adalah kaya akan diri dengan tak berharap dari pemberian orang lain.”(HR: Muslim)
Imam As-Suyuti menjelaskan dalam kitab ad-Dzibaaj bahwa hadis di atas mengisayaratkan kepada kita bahwa manusia yang kaya adalah orang yang mampu mengarahkan dirinya kedalam hal positif, tak terlalu memprioritaskan urusan materi, ia merasa cukup dengan apa yang telah diberikan oleh Allah dan tak tergiur dengan kekayaan orang lain. Ketika seseorang mampu mengarahkan dirinya dengan tak mengharap pemberian makhluk yang lain, maka ia akan termasuk orang yang meyakini dan ridha akan ketentuan-Nya sehingga ia tercatat menjadi orang yang paling kaya di hadapan Allah SWT.
Maka dari itu untuk mencapai kemuliaan di hadapan Allah diperlukan keyakinan yang tinggi akan pemberian rizki darinya. Saat ini, untuk dihargai manusia yang lain, ia harus mencukupi kebutuhannya sendiri dengan bekerja semaksimal mungkin agar tak diremehkan orang lain. Banyak orang pintar yang kurang akan materi menjadi cibiran bahkan olok-olok orang lain, sebaliknya orang yang tak pintar dipuji setinggi langit gara-gara kaya akan materi, itu semua gambaran kehidupan saat ini, maka diperlukan kesungguhan dalam bertindak dan kesabaran yang ekstra dalam menghadapi realita kehidupan ini.