Pada bulan Muharram disunahkan memperbanyak puasa. Sahabat pernah bertanya kepada Nabi SAW, “Wahai Nabi, puasa apakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?” Nabi menjawab, “Puasa di bulan Muharram,” (HR Ibnu Majah). Di dalam hadits lain, Nabi SAW sangat menganjurkan puasa pada tanggal sepuluh Muharram. Andaikan mampu, alangkah baiknya menambah puasa pada tanggal sembilan dan sebelas Muharram.
Artinya, “Saya tidak mengetahui Rasulullah SAW bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari ‘Asyura,” (Musnad As-Syafi’i).
Artinya, “Puasa hari Asyura, saya berharap agar Allah SWT mengampuni dosa satu tahun sebelumnya,” (HR Ibnu Majah).
Selain dosa kecil diampuni, mengerjakan puasa ‘Asyura disetarakan dengan puasa selama satu tahun. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Sa’id bin Jubair yang terdapat dalam kitab Al-Atsar karya Abu Yusuf. Beliau mengatakan:
“Puasa ‘Asyura setara dengan puasa satu tahun”
Dari beberapa riwayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada dua hikmah mengerjakan puasa ‘Asyura: pertama, dosa satu tahun sebelumnya diampuni Allah SWT; kedua, puasa pada hari tersebut disamakan pahalanya dengan puasa satu tahun. Hikmah ini dapat diperoleh apabila puasa dikerjakan atas dasar keikhlasan dan diniatkan untuk mencari ridha dan ampunan Allah SWT.