Saat lebaran, termasuk Idul Fitri 1440 H kali ini, umat Islam banyak disibukkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan Lebaran. Mulai dari baju baru, sepatu baru, sajadah baru, mukena baru, hingga ucapan-ucapan selamat Idulfitri yang akan dikirimkan ke keluarga dan teman-teman melalui pesan teks.
Salah satu ucapan yang sangat marak di antara kita adalah ‘Minal Aidin wal Faizin’ yang kerap disandingkan dengan ‘Mohon Maaf Lahir dan Batin’ sehingga banyak yang mengira bahwa itu adalah terjemahannya. Apakah benar demikian?
Ucapan ‘Minal Aidin wal Faizin’ yang berasal dari bahasa Arab ini rupanya belum lengkap alias ada kalimat yang dikira-kirakan (muqaddarah). Aslinya, ucapan ini berasal dari kalimat ‘Ja’alanā Allāhu wa iyyākum minal ‘āidīn wal fāizīn’.
Mari kita telaah ucapan selamat dan doa ini dilihat dari ilmu bahasa Arab!
Dalam bahasa Arab, kalimat ini termasuk ke dalam kalimat verbal yang disebut jumlah fi’liyyah, yaitu kalimat yang diawali oleh kata kerja atau verba. Unsur-unsur jumlah fi’liyyah terdiri dari kata kerja (fi’l), pelaku (fā’il), dan objek (maf’ūl bih).
Kata ‘ja’alanā’ (جَعَلَنَا) berasal dari verba جَعَلَ yang secara leksikal bermakna menjadikan atau membuat. Selain mengandung makna menjadikan atau membuat, verba ja’ala juga memiliki makna pelaku dia laki-laki tunggal sehingga maknanya menjadi ‘dia (laki-laki) menjadikan’.
Kata inilah yang menduduki posisi sebagai fi’l dalam kalimat tersebut. Kata ini kemudian ditambahkan dengan kata ganti (ism dhamir) nā (نَا) yang bermakna “kita” ( نَحْنُ ) yang kemudian menduduki posisi sebagai maf’ul bih. Tak hanya itu, posisi maf’ul bih atau objek dalam kalimat ini juga diduduki oleh kata wa iyyākum (وَ إِيَّاكُمْ) yang artinya ‘dan kalian’.
Kata Allāhu menduduki posisi fā’il karena kata ganti Allah dalam bahasa Arab adalah Dia (laki-laki) sehingga sesuai dengan verba ja’ala yang mengandung makna dia (laki-laki) tunggal. Selain itu, kata Allahu mempunyai harakat akhir dhammah yang berarti memenuhi syarat fa’il yaitu i’rab marfu’.
Bahasan selanjutnya adalah kata al-‘āidīn (العَائِدِيْنَ) dan al-fāizīn (الفَائِزِيْنَ). Kedua kata ini merupakan ism fa’il atau nomina yang berperan sebagai pelaku dari kata kerja asalnya. Kata ‘āidīn merupakan bentuk plural ism fā’il ‘āid (عائد) dari verba ‘āda (عَادَ) yang artinya kembali sehingga ism fā’il-nya bermakna ‘orang-orang yang kembali’ sedangkan kata fāizīn merupakan bentuk plural ism fā’il fāiz (فائز) dari verba fāza (فَازَ) yang artinya menang sehingga ism fā’il-nya bermakna ‘orang-orang yang menang’.
Jika kita terjemahkan, maka kalimat tersebut menjadi:
جَعَلَنَا الله وَ إِيَّاكُمْ مِنَ العَائِدينَ وَ الفَائِزيْنَ
“Semoga Allah menjadikan kami dan kalian bagian dari orang-orang yang kembali dan menang.”
Kadang, orang Arab menambahkannya pula dengan,
كُلُّ عَامٍ وَ أَنْتُمْ بِخَيْرِ
Kullu ‘āmin wa antum bi khairin.
“Semoga setiap tahun Anda berada dalam kebaikan.”
Jadi, itulah makna ‘minal ‘aidin wal faizin’ yang sebenarnya. Sehingga kalimat “mohon maaf lahir batin” yang biasa diucapkan setelah “minal aidin” bukanlah terjemahannya. Ini hanyalah dua hal yang berbeda yang diucapkan dalam satu tarikan nafas.
Wallahu a’lam.