Keputusan perdamaian setelah Rasulullah SAW dan para sahabat gagal melakukan haji akhirnya disepakati. Ibnu Hisyam dalam al-Sirah an-Nabawiyah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib untuk menulis isi perjanjian Hudaibiyah tersebut.
“Tulislah bismillahirrahmanirrahim (atas nama Allah yang maha rahman lagi maha rahim),” perintah Nabi kepada juru tulisnya, Ali bin Abi Thalib. ”Ar-Rahman? Aku tak mengenal dia,” sahut perwakilan musyrikin Quraisy, Suhail bin Amr, memberontak.
“Tulis saja bismika allahumma seperti biasanya!” Umat Islam yang mengikuti proses perundingan tidak terima dengan protes ini. Mereka mengotot akan tetap mencantumkan lima kata yang sangat dihormati itu (bi, ism, allah, ar-rahman, ar-rahim). “Tulis saja bismika allahumma,” Nabi menenangkan.
Nabi kemudian menyambung, “Tulis lagi, hadzā ma qadla ’alaih muhammad rasulullah (Inilah ketetapan Muhammad rasulullah).”
“Sumpah, seandainya kami mengakui Engkau adalah Rasulullah (utusan Allah), kami tak akan menghalangimu mengunjungi Ka’bah. Jadi tulis saja Muhammad bin Abdullah,” Suhail kembali memprotes. “Sungguh aku adalah Rasulullah meskipun Kalian mengingkarinya.” Akhirnya Nabi mengabulkan tuntutan musyrikin Quraisy untuk mencoret dua kata lagi, rasul dan Allah dalam isi perjanjian Hudaibiyah tersebut.
“Tulislah Muhammad bin Abdullah saja,” pintanya kemudian sebagaimana disebutkan oleh al-Kandahlawi dalam Hayatus Sahabat.
Pada tulisan selanjutnya Rasulullah SAW kemudian meminta Ali untuk menuliskan bahwa Rasulullah SAW ingin mengajak kaum Quraisy berdamai dan melakukan gencatan senjata selama 10 tahun dan masing-masing saling menjaga agar perang tidak kembali terjadi. Berikut bunyi kalimat yang diinginkan Rasulullah Saw agar ditulis dalam perjanjian tersebut.
فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : اكتب هذا ما صالح عليه محمد بن عبدالله سهيل بن عمرو اصطلحا على وضع الحرب عن الناس عشر سنين يأمن فيهن الناس ويكف بعضهم عن بعض على أنه من أتى محمدا من قريش بغير إذن وليه رده عليهم ومن جاء قريشا ممن مع محمد لم يردوه عليه وإن بيننا عيبة مكفوفة وأنه لا إسلال ولا إغلال وأنه من أحب أن يدخل في عقد محمد وعهده دخل فيه ومن أحب أن يدخل في عقد قريش وعهدهم دخل فيه
Rasulullah Saw bersabda, “Tulislah: Ini adalah perjanjian damai Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr yang berdamai untuk tidak lagi melakukan peperangan selama 10 tahun, salin menjaga keamanan, dan saling mencegah terjadinya peperangan antara satu dan lainnya. Siapapun orang dari kaum Quraisy yang datang kepada Muhammad tanpa izin walinya, maka akan dipulangkan kepada kaum Quraisy. Siapa yang datang ke wilayah kaum Quraisy bersama Muhammad, maka tidak akan dipulangkan. Sesungguhnya di antara kita ada aib yang harus dijaga. Tidak ada yang boleh dirantai dan dibelenggu. Siapapun yang ingin bergabung dengan kelompok Muhammad, maka dibolehkan bergabung, dan siapapun yang ingin bergabung dengan kelompok Quraisy, maka tidak akan dicegah.
Setidaknya ada lima poin dalam perjanjian yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib atas permintaan Rasul Saw. dan persetujuan Suhail bin Amr ini. Pertama, perjanjian gencatan senjata selama 10 tahun. Kedua, mengembalikan orang-orang yang bergabung dan masuk Islam tanpa izin walinya kepada para walinya. Ketiga, membiarkan siapapun masuk kawasan Quraisy asalkan bersama Nabi Muhammad Saw. Keempat melarang siapapun untuk dirantai dan dibelenggu atau dipasung. Kelima, membiarkan siapapun memilih kepercayaan dan keyakinannya.
Jika dihitung-hitung lima poin dalam perjanjian ini tidak semua menguntungkan umat Islam. Hal ini tentu wajar, karena dalam perjanjian memang seharusnya tidak hanya satu kelompok yang diuntungkan, tapi kelompok lain yang juga ikut dan termasuk dalam perjanjian tersebut. (AN)
Wallahu a’lam.