Ahmad bin Abdul Ahad al-Faruqi as-Sirhindi hidup di masa pemerintahan Hindia berada di bawah seorang keturunan Mongol cucu raja Timur Leng bernama Jalaluddin Akbar. Namun ketika dia menjadi pemimpin, orang-orang muslim ditimpa banyak cobaan, ulamanya ditekan, pengikut dihukum dan sebagian besar dari mereka ada yang dibunuh, ada yang disiksa dan dipenjara.
Jalaluddin Akbar juga mengatakan bahwa masa kenabian telah selesai, diganti dengan masanya. Sehingga semua wewenang, dan perintahnya tidak boleh dibantah, dan hukuman tidak boleh ditolak. Dia juga menghalalkan khamr, babi dan menikah dengan perempuan kafir.
Dan Ahmad Sirhindi melihat hal itu semua pada saat masih muda dan mencari ilmu. Setelah selesai belajar, dia kemudian ditawari jabatan oleh pemerintah tersebut namun ditolak. Karena dia tidak ingin ikut menjadi bagian pemerintahan yang rusak. Karena Ahmad Sirhindi ingin memperbaiki dan meluruskan para penguasa negara dan hakimnya
Hingga pada akhirnya, saat Jalaluddin Akbar meninggal pada 1014 H. kepemimpinan diganti oleh anaknya yang bernama Jihan Kir. Ahmad Sirhindi pun berusaha memperbaiki penerus Jalaluddin Akbar. Dan beliau berkata, “sesungguhnya raja yang baru telah dirusak oleh orang-orang rusak, sehingga memusuhi agama dan keluar dari kebenaran. Tetapi dia tidaklah mencerminkan seluruh negara, dan tidak pula mencerminkan seluruh generasi manusia. Maka saya harus menyebarkan risalahku, dan menyambung hubungan dengan pemerintah dan pemimpin-pemimpinnya. Saya tidak boleh putus asa, karena fitrah manusia menghendaki kebaikan dan mengingkari kerusakan. Maka saya harus mencoba, dan berusaha. Karena Allah akan menolong orang yang menolongnya dan menghinakan orang yang menghinakannya.”
Dia kemudian mulai bergerak menjaring hubungan dan menulis surat kepada para pemimpin tentara dan Gubernur daerah, menjelaskan Islam kepada mereka, membangunkan mereka dari tidurnya dan mengarahkan pandangan mereka ke arah musibah besar yang menimpa umat Islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Mas’ud an-Nadwi dalam Tarikh ad-Dakwah al-Islamiyah fi al-Hindia al-Bakistan.
Salah satu bunyi surat kepada panglima tentara di masa Jihan Kir atau Khankhanan sebagaimana berikut, “sesungguhnya medan perjuangan Islam masih kosong menunggu tentara tentarannya. Pernahkah kamu menikmati kebahagiaan ini, menjaga bentengnya, menolong agama yang teraniaya dan marah demi membelanya hingga perjuanganmu mencapai puncak perjuangan yang tidak pernah dicapai oleh orang-orang yang puasa dan shalat malam. Maka mari berjuang wahai orang-orang yang bersemangat, pejuang, cerdik dan baik.” Surat tersebut terdokumentasikan oleh Ibnu Hasan an-Nadwi dalam Mujallah al-Muslimun.
Ketika penasehat raja melihat surat itu, mereka menganggapnya sebagai dosa besar dan melihat bahwa Ahmad Sirhindi akan membahayakan mereka. Hubungan yang dilakukannya secara diam-diam itu mencurigakan pemerintah, dan dianggap membahayakan raja sendiri. Mereka membujuk raja tentang bahaya Ahmad Sirhindi dan menyarankan agar memanggilnya untuk dihukum.
Rajapun sepakat dengan usulan para pembantunya dan mengundang Ahmad Sirhindi menghadap istana. Ahmad Sirhindi kemudian memenuhi undangan tersebut, tetapi ketika masuk istana dia disuruh sujud namun dia menolak. Pada saat itu, setiap orang yang akan bertemu raja harus sujud kepadanya. Karena itu bagian dari aturan yang wajib ditaati.
Justru Ahmad Sirhindi masuk dengan mengucapkan salam. Raja Jihan yang melihat hal tersebut langsung murka, dan bangkit dari tempat duduknya sambil berkata, “apa-apaan ini.? Keluarkan dia!” Dan saat itu juga, raja memerintahkan untuk menangkapnya dan memenjarakannya di penjara Kuwalyar di jantung kota Hindia.
Ahmad Sirhindi di penjara selama beberapa tahun. Di penjara dia sibuk beribadah mengajak orang yang dipenjara masuk Islam. Banyak mengislamkan orang yang terpenjara, sehingga yang awalnya pencuri, perampok melaksanakan ibadah kepada Allah.
Pimpinan penjara yang melihat hal itu kemudian menulis laporan kepada raja. Dia tidak pantas dipenjara, karena dia seorang ilmuwan yang tiada duanya. Jika raja setuju, maka kita bebaskan dia dari penjara dan kita muliakan dia sebagaimana haknya. Raja kemudian memerintahkan untuk membawanya ke istana, dan menyiapkan penyambutan kedatangannya.
Hal itu semua dilakukan karena raja merasa terharu mendengar berita dari surat, dan mempelajari kehidupannya yang ternyata dia seorang alim yang mengajarkan ilmunya. Raja pun mencintainya dan mendekatinya. Akhirnya Ahmad Sirhindi bisa melaksanakan tugasnya terhadap raja, setelah sang raja hatinya terketuk. Dan ketika menghadap raja, dia juga hanya mengucapkan salam tanpa bersujud dan ternyata raja juga menjawab salamnya dengan baik, menyambut dengan hangat dan baik hati.
Abdul Aziz al-Badri dalam Al-Islam baina al-Ulama wa al-Hukkam menjelaskan bahwa penyambutan yang terjadi pada bulan Ramadhan itu, akhirnya membuat Raja Jihan meminta Ahmad Sirhindi menemaninya selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Di bulan ini, Ahmad Sirhindi membimbing raja beribadah, dan menasehatinya dan mengajarkan tentang agama.
Hingga akhirnya sang raja mendapat taufik dan hidayah dan mengeluarkan keputusan; Diharamkan bersujud kepada raja. Diperbolehkan menyembelih sapi. Mengangkat qadhi dan penarik zakat dari seluruh negeri. Membangun kembali masjid yang dihancurkan. Menghapus undang undang yang bertentangan dengan syariat Islam. Di mana aturan-aturan tersebut sebelumnya dilarang oleh raja.