Seseorang datang membawa keluh dan kesah ke Kulub. Kopi dan pisang goreng yang disuguhkan oleh Kulub di atas meja untuk sang tamu tak sedikitpun disentuh. Laki-laki itu lebih suka meluapkan segala yang menyesakkan dada.
Kulub santai menikmati pisang goreng, menyeruput kopi, lalu menghisap Pilternya dengan khidmat sambil mendengarkan tamunya yang terus berkata-kata.
Tamunya yang berambut sebahu itu seorang pengusaha sembako. Dua bulan terakhir, ia dan istrinya selalu kedatangan orang-orang yang meminta bantuan. Mulai meminjam uang buat susu dan sekolah anak sampai meminta sedikit beras karena tak mendapat jatah bantuan sosial dari pemerintah karena kesalahan sendiri yang tak mengurus identitas berupa KTP tempatnya berdomisili.
Sekali dua kali, ia dan istrinya masih bisa menampung dan memberi bantuan ala kadarnya. Tapi, karena dikenal sebagai pengusaha dan dianggap punya banyak harta, saban hari selalu saja ada yang datang. Layaknya minum obat, dalam sehari bisa tiga orang yang datang. Dan itu membuat ia gerah bahkan geram.
Belakangan, ia memilih menutup pintu gerbang rumah. Walau sering tak ditanggapi, tetap saja ada yang memencet bel rumahnya hingga bel itu tak berbunyi lagi. Sepertinya mereka yang mencet bel itu layaknya laki-laki yang ditolak perempuan saat menyatakan cinta: pergi dengan rasa hampa.
Pengusaha bernama Awan itu yakin, yang memencet bel adalah mereka yang datang ingin meminta bantuan. Sebab, jika urusan bisnis, rekan-rekan dan konsumennya pasti akan menghubungi lewat telepon.
Tiga hari berturut-turut, bel rumahnya selalu berbunyi. Ia pun memutuskan untuk mencopot bel tersebut. Ternyata, tetap saja gerbang rumahnya diketuk-ketuk yang lebih terdengar seperti digedor-gedor.
Kulub masih santai menghisap Pilternya ketika Awan bilang tabungannya banyak berkurang dan usahanya mengalami penurunan omset. Kulub baru buka suara setelah Awan meminta pendapat apa yang mesti dilakukan.
Kulub malah bilang kalau ia sangat ingin berada di posisi tamunya itu. Malah, sangat ingin dan berharap banget. Pasalnya, di pengajian rutin malam kamisan di Majelis Ratib dan Maulid Ittihaadussyubbaan Sawangan Baru, yang diampu Kiayi Muhammad Abdul Mujib membahas tentang orang-orang yang datang ke rumah seseorang meminta (bantuan dan pertolongan) adalah bentuk hadiah dari Allah.
“Ya, dalam kitab An-Nashoihu Al-Diniyyah Wa Al-Washoya Al-Imaniyah karya Syeikh Abdullah bin Alawi Al-Haddad dikatakan seperti itu,” terang Kulub pada tamunya. “Allah ngasih hadiah buat elu berupa orang-orang seperti itu. Elu kagak mau hadiah? Dari Allah loh?!” Lanjut Kulub.
Awan mengerutkan dahi. Seakan heran dan menganggap ngawur omongan Kulub. “Lub, lu jangan bercanda. Gue serius. ‘ilokan’ orang-orang yang meminta bantuan itu malah dibilang hadiah dari Allah?” Ucap Awan lalu mulai mengambil sepotong pisang goreng.
Kulub pun menjelaskan soal hakikat dari datangnya orang-orang itu. “Yang menggerakkan hati dan seseorang datang ke rumah lu itu, Allah. Bukan kemauan mereka sendiri. Sama seperti para pelanggan dan konsumen yang datang beli dagangan lu, itu semua, hakikatnya digerakkan oleh Allah. Nah, kenapa bisa dibilang hadiah, karena bisa jadi, itu cara Allah untuk menghapus dosa-dosa lu. Bisa jadi, itu cara Allah untuk mengambil musibah dan malapetaka dari diri dan keluarga lu. Lewat cara itu, lewat orang-orang yang datang itu, Allah gak jadi ngasih lu musibah dan malapetaka. Kalau seperti itu, hadiah bukan?” jelas Kulub.
Awan hanya manggut-manggut. Ia mulai menyeruput kopi yang disajikan Kulub. Lalu mengambil sebatang Marlboro.
Kulub melanjutkan tentang salah satu sikap yang dianjurkan, malah diwajibkan dalam Islam, yaitu “al-itsar” alias sikap mendahulukan dan mementingkan kebutuhan orang lain dalam urusan dunia.
Kadung diminta pendapat, Kulub pun akhirnya mengeluarkan dalil yang dia kutip dari kitab karya Syeikh Abdullah Alawi Al-Haddad. “Wa yu-tsiruuna ‘ala anfusihim walau Kana bihim khoshooshoh.”
“Nah, mestinya lu seneng dong, semakin banyak orang yang Dateng minta pertolongan dan bantuan ke elu. Itu artinya elu makin banyak dapet hadiah dari Allah,” tegas Kulub. “Nah, kayak elu dateng ke rumah gue, hakikatnya ini adalah hadiah dari Allah. Dan gue mesti seneng dong dapet hadiah dari Yang Nyiptain gue,” lanjut Kulub.
“Kalau gitu, biar dapet banyak hadiah dari Allah, mending sekalian gue undang aja ya tuh orang-orang,” timpal Awan yang langsung dijawab; “tanpa diundang pun, kalau Allah sudah menggerakkan, mereka akan datang sendiri,” oleh Kulub.
Allahu A’lamu bisshowab