Manusia akan beruntung bila ia selalu menggunakan logika berfikir yang benar dan tak mengikuti hawa nafsunya. Umat terdahulu hancur karena terlalu mengikuti hawa nafsunya dan tak berpikir dengan baik akan masa depannya.
Sejarah akan terus terulang. Setiap masa pasti ada yang mengikuti pola pikir atau kebiasaan buruk mereka. Alasannya adalah mereka sama-sama manusia, mudah terpengaruh oleh tradisi sebelumnya. Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin mengutip Perkataan sahabat Ali bin Abi Thalib,
ﺇﻧﻤﺎ ﺃﺧﺸﻰ ﻋﻠﻴﻜﻢ اﺛﻨﺘﻴﻦ: ﻃﻮﻝ اﻷﻣﻞ ﻭاﺗﺒﺎﻉ اﻟﻬﻮﻯ. ﻓﺈﻥ ﻃﻮﻝ اﻷﻣﻞ ﻳﻨﺴﻲ اﻵﺧﺮﺓ ﻭاﺗﺒﺎﻉ اﻟﻬﻮﻯ ﻳﺼﺪ ﻋﻦ اﻟﺤﻖ
“Sungguh aku mengkhawatirkan kalian atas dua hal. Pertama, Terlalu berangan-angan kosong. Kedua, Mengikuti hawa nafsu. Padahal terlalu berangan-angan akan melupakan kehidupan akhirat dan terlalu mengikuti hawa nafsu akan menutup pintu kebenaran.”
Kekhawatiran ini berlandaskan pada kebanyakan manusia terlena akan materi dan seringkali tertipu kepentingan sesaat. Padahal kenikmatan akhirat akan bisa dinikmati diakhirat kelak, bukan di dunia yang hanya sementara. Maka beruntung orang yang mampu mengarahkan dirinya agar tak tertipu kenikmatan sesaat dan tak melalaikan kenikmatan abadi.
Lebih lanjut Ali bin Abi Thalib memberikan solusi supaya tak menunda untuk berbuat kebaikan karena belum tentu esok mampu melaksanakannya. Orang yang tak menunda waktu sehat, masa senggangnya akan merasakan kenikmatan waktu sehingga sisanya umurnya menjadi berkah atau bertambah kebaikannya.