Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang ada orang enggan meminta maaf padahal ia terbukti bersalah. Dengan alasan, dirinnya lebih tua, lebih tinggi jabatannya daripada orang yang dimintai maaf. Bahkan, terkadang tidak mau menerima nasehat kepada orang yang muda, orang yang miskin dan orang yang lebih rendah derajatnya. Inilah satu potret dan ciri-ciri orang yang mengidap penyakit keras hati.
Al-Qur’an seringkali berbicara masalah hati. Karena hati adalah tempat menerima kebaikan yang datangnya dari Allah. Jika seseorang telah dijangkiti penyakit keras hati, maka Allah akan mengunci hatinya sehingga akan sukar baginya untuk menerima kebenaran, meskipun buktinya telah nyata di depan pelupuk mata. Walhasil, setiap keburukan akan dianggap kebenaran dan sebaliknya.
Mungkin kita pernah mendengar kisah Bani Israil yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Dari Nabi Adam sampai Nabi Isa, semua diutus dari bangsa mereka dengan maksud agar mereka kembali kepada kebenaran dari Allah setelah ratusan tahun berada dalam kesesatan. Namun, bukannya menerima kebenaran dengan baik, mereka justru berpaling dari setiap kebenaran yang dibawa oleh Nabi dan Rasul yang datang. Tak heran jika Bani Israil selalu dilukiskan dalam al-Qur’an sebagai bangsa yang sulit menerima kebenaran karena hati mereka telah terkunci dan mengeras laksana batu yang menyatu dalam karang.
Penyembuhan penyakit keras hati memang agak susah-susah gampang, karena tidak ada yang dapat mengobatinya kecuali penderitanya sendiri. Bagaimana cara mengobatinya? Tenyata semua tergantung apa yang dimakan oleh penderitanya apakah berasal dari yang haram atau halal. Karena tak dapat dipungkiri juga bahwa ini adalah salah satu penyebab utama yang menimbulkan penyakit keras hati. Kemudian zikir kepada Allah di setiap saat. Karena zikir dapat menenangkan hati yang bimbang dan melembutkan hati yang keras.
Oleh karena itu, para ulama terdahulu selalu mengingatkan untuk memakan yang halal agar hati menjadi lembut dan lunak. Suatu hari, Umar bin Saleh Al-Tharsusi, hakim Damaskus ternama di masanya, saat masa mudanya pernah mendatangi Abu Abdullah, Imam Ahmad bin Hanbal dan bertanya,“Wahai, Abu Abdullah, bagaiamana cara melunakkan hati? setelah berpikir sejenak, ia menjawab,”Wahai anakku, makanlah yang halal!”
Setelah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, beberapa hari kemudian Umar bin Saleh mendatangi ulama lain yang bernama Abu Nasr Bashar Al-Hafi, seorang tokoh tasawuf abad ketiga hijriyah dan bertanya,“Wahai Abu Nasr, bagaimana cara menyembuhkan hati?” Ia menjawab,” Wahai anakku, berzikirlah kepada Allah!”
Kesibukan dunia yang menggiurkan seringkali membuat manusia lupa berzikir kepada Allah. Ketamakan manusia terhadap dunia terkadang membuatnya lupa membedakan mana yang halal dan yang haram. Sehingga tak sadar, semua itu mengeraskan hatinya dan sulit menerima kebenaran.