Imam Syadzili; Jadilah orang Kaya yang Bersyukur

Imam Syadzili; Jadilah orang Kaya yang Bersyukur

Imam Syadzili; Jadilah orang Kaya yang Bersyukur

أن النظرية الشاذلية في الغنى والفقر تفضل الغني الشاكر على الفقير الصابر، وتعلل ذلك بأن الصبر فضيلة في الدنيا فقط. أما الشكر فإنه فضيلة في الدنيا والآخرة.

Dalam tarekat Syadziliyyah, orang kaya yang bersyukur lebih utama ketimbang orang fakir yang sabar. Alasannya, karena sabar merupakan keutamaan di dunia saja, sedangkan syukur adalah keutamaan di dunia dan akhirat.”

Mengenai pendiri tarekat Syadziliyyah, Syekh Abd Halim Mahmud mengatakan bahwa ia adalah Abu Hasan Ali al-Syadzili al-Hasani, yang nasabnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyidina Hasan, putera Sayyidina Ali RA dan Siti Fathimah, sekaligus cucu Nabi Muhammad SAW.

Ihwal perawakan beliau digambarkan seorang dengan sosok yang kulitnya sawo matang, badannya kurus, perawakannya tinggi, bulu pipinya tipis, jari-jari tangannnya panjang, bicaranya fasih, ucapannya manis dan selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus.

Ibn Athaillah As-Sakandari, sufi penulis kitab al-Hikam, menceritakan:

دخل عليه مرة فقير وعليه لباس من شعر. فلما فرغ الشيخ من كلامه دنا من الشيخ وأمسك بملبسه وقال: يا سيدي ما عبد الله بمثل هذا اللباس الذي عليك. فأمسك الشيخ ملبسه فوجد فيه خشونة، فقال: ولا عبد الله بمثل هذا للباس الذي عليك لباسي يقول أنا غني فلا تعطوني ولباسك يقول أنا فقير عليك فأعطوني.

“Suatu saat ada seorang fakir datang menemui Syaikh Abu Hasan al-Syadzili dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu (domba). Setelah Syaikh selesai berbicara, si orang fakir itu mendekat kepada beliau dan memegang pakaian beliau dan berkata: wahai tuanku, tidaklah Allah disembah dengan seperti pakaian yang Anda pakai ini. Kemudian Syaikh memegang pakaian orang fakir itu dan ternyata pakain kasar, lalu beliau berkata: dan demikian juga Allah tidak disembah dengan seperti pakaian yang kamu pakai ini. Pakain (seolah) berkata: aku kaya maka janganlah kamu kasih aku, sementara pakaianmu (seolah) berkata: aku fakir maka kasihlah aku.”

Melalui pernyataan ini, Imam Abu Hasan al-Syadzili tidak bermaksud mengkritik, mencela ataupun melarang orang mengenakan pakaian apa saja. Terlebih pakaian yang dipakai orang fakir tersebut. Akan tetapi beliau hendak menyatakan bahwa penghambaan kepada Allah tidak ditentukan oleh bentuk dan warna pakaian, tetapi oleh sejauah mana kondisi hati kita dengan Allah. Karena itu, setelah menyampaikan kisah diatas, Ibn Athaillah berkata:

هكذا طريق الشيخ أبي العباس وشيخه أبي الحسن الشاذلي رضي الله عنهما.

Demikianlah tarekat Syaikh Abu Abbas dan gurunya Syaikh Abil Hasan al-Syadzili radiyallahu ‘anhuma.

 

Disarikan dari Al-Madrasah al-Syadzilyah al-Haditash Wa Imamuha Abu al-Hasan al-Syazili karya Syaikh Abdul Halim Mahmud