Saat masih belajar di pesantren, waktu itu masih remaja, pernah mengolok-olok seorang polisi yang sedang lari-lari pagi melintas di depan pesantren. “Tuh-wa, tuh-wa, tuh-wa,” begitu ledekan saya mengikuti irama lari polisi itu.
Meski ledekan tersebut cukup kencang terdengar di telinga polisi, tapi ia cuek, tidak menanggapi, dan melintas begitu saja.
Tapi yang membuat saya kaget, tak disangka, dari arah belakang muncul Kyai yang menegur dan menasihati, “Kenapa bukannya menyapa dan menyampaikan salam, kamu malah mengolok-olok? Kepada siapapun kamu harus sopan. Apalagi dia seorang polisi, petugas negara, kita harus menaruh hormat.”
Saya hanya membisu dan meresapi nasihat beliau. Sampai sekarang, nasihat tersebut masih terngiang. Terutama, anjuran untuk menghormati petugas atau simbol negara.
Apa sih negara itu; apa pentingnya bernegara bagi kita? Mengapa Kyai sebagai agamawan mengajarkan untuk menghormati negara? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang kerap menjadi permenungan saya sejak memperoleh nasihat itu hingga waktu menginjak dewasa.
Sampailah saya pada pemahaman bahwa apa yang dimaksud dengan hormat kepada negara merupakan bagian dari pelaksanaan perintah agama untuk menaati “ulil amri”. Selain patuh kepada perintah Allah, perintah Rasulnya, kita juga wajib mentaati pemerintah (negara).”
Lalu, mengapa agama memerintahkan untuk taat kepada pemimpin, pemerintah, atau negara? I
Hal inilah yang mengundang permenungan berikutnya. Hingga akhirnya, saya menemukan penjelasan mengenai hal ini dari para ulama. Salah satunya adalah dari pernyataan al-Ghazali:
أن نظام الدين لا يحصل إلا بنظام الدنيا، ونظام الدنيا لا يحصل إلا بإمام مطاع
“Sungguh keteraturan agama tidak akan tercapai dengan sempurna kecuali dengan terpenuhinya keteraturan dunia, dan teraturnya dunia tidak akan berhasil kecuali dengan pemimpin (pemerintah/negara) yang dipatuhi.”
Sebagai kaum beragama, kita butuh kesempurnaan dalam menjalankan ibadah. Kesempurnaan yang dimaksud bukan hanya syarat dan rukun ibadah yang harus kita penuhi. Namun juga semua kebutuhan yang menopangnya, baik fisik maupun non-fisik, harus terjamin.
Kebutuhan fisik misalnya: sarana-prasarana ibadah, pakaian untuk menutup aurat, dan tentu makanan untuk mencukupi nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita sehingga kita punya tenaga untuk menjalankan ibadah. Sedangkan kebutuhan non fisik seperti rasa aman dan bebas dari ketakutan.
Terpenuhinya semua kebutuhan tersebut menjadi penopang dan pelengkap kesempurnaan ibadah. Karena itu seringkali kita mendengar seseorang yang berangkat bekerja, mencari nafkah, dengan harapan hasil pekerjaan itu sebagai bekal ibadah. Kedengarannya klise, tapi pernyataan itu memang benar adanya.
Pernahkah Anda mengalami ketika di tengah menjalankan shalat, Anda terbayang oleh hutang yang belum terbayar, uang sekolah anak yang belum dilunasi, atau tagihan-tagihan rutin yang belum ditunaikan?
Saya sendiri ketika belum memiliki pekerjaan atau penghasilan, pikiran tentang besok harus mencari uang dari mana, atau besok makan apa, sering melintas di tengah menjalankan ibadah shalat.Pikiran-pikiran tersebut mengganggu kekhusu’an, padahal ibadah shalat ini sangat istimewa.
Sekarang kita sudah bisa merasakan, betapa tidak nyaman kita beribadah masih terpikir hal-hal duniawi yang belum tercukupi; rasa lapar, perasaan tidak aman, dan sebagainya. Lalu, bagaimana kita bisa membayangkan tercukupinya kebutuhan hidup yang menopang kesempurnaan ibadah itu tanpa hadirnya pemerintah atau negara?
Mungkin bisa saja. Kenyataannya memang kita bisa hidup tanpa bergantung seratus persen dari tangan pemerintah. Terutama menyangkut hal-hal yang bisa dipenuhi atau dilakukan secara pribadi.
Tapi sebagai makhluk sosial yang membutuhkan tangan orang lain, hampir tidak ada urusan seperti pekerjaan (livelihoood) dan keamanan yang ingin kita bebaskan dari tangan orang lain termasuk petugas pemerintah. Dalam konteks bernegara, kebutuhan tersebut merupakah hak-hak asasi (hak konstitusi) bagi setiap warga negara yang harus dipenuhi dan dilindungi. Lebih-lebih, kita membutuhkan keteraturan sosial (social order), untuk menjamin kondisi aman dan nyaman bagi semua warga; jelas kehadiran negara sangat dibutuhkan.
Itulah mengapa entitas negara sangat berarti bagi kita, sehingga perlu kita jaga eksistensinya. Apalagi, hal ini termasuk perintah agama, dan demi kesempurnaah ibadah kita.