Para Ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya seorang perempuan bepergian dalam jarak yang sekiranya boleh mengqashar salat (80 KM) tanpa ditemani mahramnya.
Mayoritas Ulama berpendapat bahwasanya hal tersebut tidak boleh, mereka berdalil dengan hadis :
“لا يحل لامرأة تؤمن بالله و اليوم الآخر أن تسافر مسيرة يوم وليلة الا مع ذي محرم عليها”
“Tidak boleh bagi perempuan yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk bepergian dalam jarak tempuh satu hari satu malam kecuali bersama dengan mahramnya.”
Beberapa Ulama lain membolehkan hal tersebut, mereka berdalil dengan hadis :
“توشك الظعينة – أي المرأة- أن تسافر من مكة الى صنعاء لا تخاف الا الله والذئب على غنمها”
“Kondisi (aman) sudah hampir tiba sehingga seorang perempuan bepergian dari Mekah menuju Shan’ā dan ia tidak takut (diganggu oleh siapapun) kecuali pada Allah dan serigala yang bisa saja memangsa kambingnya.”
Dan mereka menakwilkan hadis yang pertama dengan mengatakan hal (larangan) tersebut berkaitan dengan masa kenabian dan kondisi pengepungan dan pengintaian orang-orang musyrik terhadap kaum muslim.
Di zaman sekarang ini, boleh saja bagi perempuan untuk bepergian atas izin suaminya dengan ditemani oleh kawanan yang dipercaya apabila jalan dan keadaan daerah yang dituju aman, atau ia bersama mahramnya atau suaminya.
Perjalanan tersebut boleh untuk tujuan haji, menuntut ilmu atau tujuan-tujuan lain yang disyariatkan. Di sisi lain, akan diharamkan jika beberapa pertimbangan tersebut tidak terwujud.
Maulana Syaikh Ali Jum’ah
(Fatawa al-‘ashriyah)
Dikutip dari Ahbab Maulana Syaikh Ali Jum’ah