Nikah mut’ah menurut ulama’ fiqih ialah sebuah perkawinan yang dibatasi dengan jangka waktu tertentu. Praktik nikah mut’ah di Indonesia biasa disebut dengan nikah kontrak.
Praktek tersebut biasanya dilakukan oleh turis asal Timur Tengah yang berkunjung untuk sekedar berlibur beberapa saat dengan perempuan Indonesia. Praktik nikah mut’ah dari pihak laki-laki biasanya dilakukan hanya untuk mencari kesenangan semata sedangkang dari pihak perempuan biasanya karena alasan ekonomi.
Fenomena nikah mut’ah sebelumnya telah ada pada masa sebelum Islam. Saat Islam muncul, awalnya Rasulullah membolehkan namun kemudian melarang, sehingga ulama berbeda pendapat terkait praktek nikah mut’ah ini.
Hal tersebut tak lain karena ada dua hadis yang saling bertentangan terkait masalah tersebut yang dijadikan sebagai dalil terkait nikah mut’ah.
Berikut akan coba saya jelaskan pendapat Syuhudi Ismail menanggapi dua hadis yang saling bertentangan terkait masalah nikah mut’ah.
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ إِسْمَاعِيلَ عَنْ قَيْسٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَيْسَ مَعَنَا نِسَاءٌ فَقُلْنَا أَلَا نَخْتَصِي فَنَهَانَا عَنْ ذَلِكَ فَرَخَّصَ لَنَا بَعْدَ ذَلِكَ أَنْ نَتَزَوَّجَ الْمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ ثُمَّ قَرَأَ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُحَرِّمُوا طَيِّبَاتِ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكُمْ
Dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhu dia berkata; Kami pernah berperang bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam namun tidak mengikut sertakan istri-istri kami, lalu kami berkata: Wahai Rasulullah, tidakkah kami dikebiri? Namun Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melarang kami melakukannya. tapi setelah itu beliau memberikan keringanan kepada kami untuk menikahi wanita dalam waktu tertentu. lalu beliau membacakan ayat; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al Maidah: 87).
حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ قَزَعَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ وَالْحَسَنِ ابْنَيْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ عَنْ أَبِيهِمَا عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ .
Dari ‘Ali bin Abu Thalib radliallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang nikah mut’ah (perkawinan dengan waktu terbatas semata untuk bersenang-senang) dan melarang makan daging keledai jinak pada perang Khaibar.”
Menanggapi pada kedua hadis di atas Syuhudi Ismail menyatakan, hadis yang pertama menyatakan kebolehan nikah mut’ah, sedangkan hadis yang kedua dengan jelas melarang adanya nikah mut’ah.
Secara redaksi, kedua hadis tersebut sangat bertentangan. Para ulama telah mengkaji secara mendalam terkait masalah tersebut.
Menurut ulama Sunni dan ulama Syi’ah Zaidiah hadis yang pertama telah dimansukh oleh hadis yang melarang nikah mut’ah. Menurut mereka kebolehan nikah mut’ah hanya terjadi sekali kemudian disusul hadis-hadis yang melarang adanya nikah mut’ah sampai hari kiyamat.
Namun, selain dari pendapat tersebut adapula pendapat yang menyatakan bahwa nikah mut’ah tetap diperbolehkan hingga sekarang, seperti pendapat kalangan Syi’ah dua belas yang merujuk pada Q.S An-Nisã : 24
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.
Menurut mereka ayat di atas adalah dasar diperbolehkannya nikah mut’ah, dan hadis yang menjelaskan larangan nikah mut’ah tidak dapat menghapus hukum yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an, sehingga sampai sekarang hukum nikah mut’ah tetap diperbolehkan walaupun dengan syarat-syarat yang sangat ketat.
Menanggapi hal demikian, ulama’ Sunni dan Syiah Zaidiah menyatakan ayat tersebut memang menunjukan pada kebolehan nikah mut’ah, namun kebolehan tersebut kemudian dicabut dengan adanya ayat-ayat yang menjelaskan warisan dan larangan zina, selain itu disusul pula hadis Nabi yang menyatakan larangan nikah mut’ah.
Syuhudi Ismail sependaat dengan ulama’ Sunni yang menyatakan bahwa pada dasarnya nikah mut’ah dilarang secara universal. Walaupun sebelumnya pernah diperbolehkan, sehingga kebolehan nikah mut’ah hanya berlaku secara temporal saja, untuk sekarang dan seterusnya nikah mut’ah tetap tidak diperbolehkan.
Wallahua’lam.