Siapa yang tidak sedih ditinggal mati keluarganya?. Sebesar apapun nilai sebuah harta atau jabatan, keluarga tetap yang utama, aset yang tidak tergantikan oleh apapun. Saat ada anggota keluarga yang meninggal, begitu besarnya perhatian anggota yang ditinggalkan. Ada yang tinggal jauh di perantauan atau luar negeri, dibela-belain pulang kampung untuk menyaksikan jenazah keluarganya, bahkan prosesi menshalati jenazah bisa ditunda untuk menunggu keluarga yang belum datang. Pertanyaannya adalah, bagaimana hukum menunda shalat jenazah untuk menunggu keluarga mayat?
Pada dasarnya prosesi perawatan jenazah termasuk menshalatinya dianjurkan untuk dilakukan segera, tidak ditunda-tunda. Jika jenazah orang baik, maka hikmah menyegerakan prosesi tajhiz adalah agar jenazah secepatnya memperoleh kenikmatan di alam kubur. Bila jenazah adalah orang yang buruk perilakunya, maka tidak ada gunanya ia berlama-lama di sekitar orang hidup. Nabi Saw bersabda:
أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ فَإِنْ تَكُن صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُونَهَا إليه، وَإِنْ تَكُ سِوَى ذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكُمْ
“Bersegeralah merawat jenazah, bila ia adalah orang baik, maka mempercepat perawatannya adalah kebaikan yang kalian segerakan untuknya. Bila jenazah buruk, maka sebuah keburukan kalian meletakannya di antara leher kalian”. (HR. al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Namun demikian, tidak selamanya menunda prosesi shalat jenazah adalah hal yang buruk. Ulama menegaskan bila ada mashlahat dalam menunda prosesi menshalati mayat maka hukumnya sunah, seperti menunggu kedatangan keluarga yang menjadi wali sang mayat. Kedatangan wali dari mayat adalah hal yang penting, karena ia adalah orang yang paling berhak dan lebih utama bertindak sebagai imam shalat jenazah keluarganya.
Namun anjuran menunggu kedatangan wali mayat tersebut dibatasi selama diharapkan kedatangannya dalam waktu yang dekat dan kondisi mayat dijamin tidak berubah (busuk). Bila dua syarat ini tidak terpenuhi, semisal menunggu keluarga mayat harus membutuhkan waktu hingga 10 hari, maka menunggunya adalah haram, jenazah harus segera dishalati dan dikebumikan tanpa harus menunggu keluarga mayat. Dalam titik ini, menjaga kehormatan mayat lebih diprioritaskan.
Syekh Muhammad al-Ramli mengatakan:
(وَلَا تُؤَخَّرُ) الصَّلَاةُ عَلَيْهِ أَيْ لَا يُنْدَبُ التَّأْخِيرُ (لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّينَ) لِخَبَرِ «أَسْرِعُوا بِالْجِنَازَةِ» وَلَا بَأْسَ بِانْتِظَارِ الْوَلِيِّ إذَا رُجِيَ حُضُورُهُ عَنْ قُرْبٍ وَأُمِنَ مِنْ التَّغَيُّرِ
“Dan tidak diakhirkan, maksudnya tidak sunah mengkahirkan menshalati jenazah untuk menambah orang yang menshalati, karena hadits Nabi “Bersegeralah merawat jenazah”. Dan tidak bermasalah untuk menunggu wali apabila diharapkan kedatangannya dalam waktu dekat dan dijamin kondisi mayat tidak berubah”. (Syekh Muhammad al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj, juz.3, hal.27).
Di dalam kitab I’anah al-Thalibin ditegaskan:
وَلَا يُنْدَبُ تَأْخِيْرُهَا لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّيْنَ إِلَّا لِوَلِيٍّ
“Tidak disunahkan mengakhirkannya karena menambah orang yang menshalati, kecuali karena wali”
(قوله: وَلَا يُنْدَبُ تَأْخِيْرُهَا) أَيِ الصَّلَاةُ عَلَى الْمَيْتِ.(وقوله: لِزِيَادَةِ الْمُصَلِّيْنَ) أَيْ كَثْرَتِهِمْ، وَذَلِكَ لِخَبَرِ: أَسْرِعُوْا بِالْجَنَازَةِ. (وقوله: إِلَّا لِوَلِيٍّ) أَيْ إِلَّا لِأَجْلِ حُضُوْرِ وَلِيِّ الْمَيْتِ لِيُصَلِّيَ عَلَيْهِ، فَإِنَّهُ تُؤَخَّرُ الصَّلَاةُ لَهُ، لِكَوْنِهِ هُوَ الْمُسْتَحِقَّ لِلْإِمَامَةِ. لَكِنْ مَحَلُّهُ إِذَا رُجِيَ حُضُوْرُهُ عَنْ قُرْبٍ وَأُمِنَ مِنَ التَّغَيُّرِ.
“Ucapan Syekh Zainuddin, Tidak disunahkan mengakhirkannya, maksudnya mengakhirkan shalat jenazah. Ucapan syekh Zainuddin, karena menambah orang yang menshalati, maksudnya karena memperbanyak jumlah mereka. Hukum ini berdasarkan hadits Nabi, bersegeralah kalian mengurus jenazah. Ucapan Syekh Zainuddin, kecuali karena wali, maksudnya kecuali karena menunggu kehadiran wali mayat agar ia turut menshalati, maka dianjurkan mengakhirkan shalat jenazah karena hal tersebut, sebab wali mayat adalah orang yang berhak menjadi imam shalat jenazah. Namun hukum tersebut konteksnya ketika diharapkan kedatangan wali mayat dalam waktu dekat dan dijamin kondisi mayat tidak berubah (membusuk)”. (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz.2, hal.149).
Adapun keluarga yang paling berhak menjadi imam shalat jenazah adalah urut sebagai berikut:
- Bapak
- Kekek
- Anak laki-laki
- Anak laki-lakinya anak laki-laki (cucu)
- Ahli waris ashabah sesuai dengan urutan hak warisnya
- Sanak family (dzawil arham)
Syekh Zakariyya al-Anshari mengatakan:
وَالْأَوْلَى بِإِمَامَتِهَا أَبٌ فَأَبُوهُ فَابْنٌ فَابْنُهُ فَبَاقِي الْعَصَبَةِ بِتَرْتِيبِ الْإِرْثِ فَذُو رَحِمٍ
“Orang yang paling utama megimami jenazah adalah bapak, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki, ahli waris ‘ashabah sesuai urutan hak warisnya kemudian orang yang memiliki hubungan kerabat”. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Matan Manhaj al-Thullab Hamisy Hasyiyah al-Jamal, juz.1, hal.114).
Demikian penjelasan tentang hukum menunda shalat jenazah karena menunggu keluarga, semoga bermanfaat.