Sederhananya, pengemis adalah meminta-minta sedekah. Namun, terkadang mengemis juga menjadi “pekerjaan” yang menggiurkan. Bagaimana tidak, hanya dengan duduk memelas atau keliling berdiri di samping kaca mobil seraya menengadahkan telapak tangan, pengemis bisa mendapat penghasilan yang cukup. Bahkan bisa lebih dari cukup.
Pengemis biasanya mendapat sedekah Rp.1000 dari satu orang/mobil di tempat lampu merah. Apabila satu orang memberi Rp.1000 dan dalam satu kali nyala lampu merah terdapat misalnya 10 mobil yang bersedekah maka paling tidak dia dapat menghasilkan uang Rp. 10.000 tiap lampu merah. Lantas bagaimana Islam memandang hal ini?
Para ulama sepakat bahwa hukum mengemis adalah haram, dan yang melakukannya diancam dengan adzab, sebagaimana dalam hadis:
لاَ تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Tidaklah salah seorang dari kalian yang terus meminta-minta, kecuali kelak di hari kiamat ia akan menemui Allah sementara di wajahnya tidak ada sepotong daging pun. (HR. Bukhari dan Muslim)
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
Siapa yang meminta-minta kepada orang banyak untuk menumpuk harta kekayaan, berarti dia hanya meminta bara api. Sama saja halnya, apakah yang diterimanya sedikit atau banyak. (HR Muslim)
Akan tetapi dalam kasus-kasus tertentu terdapat pengecualian bagi beberapa orang yaitu:
Pertama, orang yang menanggung hutang (fi sabilillah). Seperti orang yang berhutang dan menggunakan uang tersebut untuk mendamaikan dua kelompok yang sedang konflik. Maka boleh baginya meminta belas kasih hingga hutangnya lunas.
Kedua, orang yang tertimpa musibah. Seperti tsunami, gempa bumi atupun erupsi gunung merapi yang mengakibatkan korbannya kehilangan seluruh hartanya. Maka diperbolehkan bagi orang yang mengalami hal seperti itu meminta sedekah, sekedar memenuhi kebutuhan pokok saja hingga ia memiliki sumber penghidupannya kembali.
Ketiga, orang yang tidak mampu lagi bekerja, dengan syarat ada pengakuan dari orang-orang di daerahnya bahwa dia memang benar-benar tidak mampu, minimal tiga orang. Maka diperbolehkan bagi orang itu hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokoknya saja.Keterangan ini dijelaskan dalam Hadis yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim,
عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ مُخَارِقٍ الْهِلاَلِىِّ قَالَ تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ أَسْأَلُهُ فِيهَا فَقَالَ « أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا ». قَالَ ثُمَّ قَالَ يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
Dari Qabishah ibn Mukhariq al-Hilali ia berkata “Aku memiliki tanggungan hutang (untuk mendamaikan dua kabilah yang saling sengketa). Lalu aku datang kepada Rasulullah Saw meminta bantuan beliau untuk membayarnya. Beliau menjawab: “Tunggulah sampai orang datang mengantarkan zakat, nanti akan kuperintahkan ia menyerahkannya kepadamu.” Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: “Hai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak boleh (tidak halal) kecuali untuk tiga golongan. (Satu) orang yang menanggung hutang (gharim, untuk mendamaikan dua orang yang saling bersengketa atau seumpanya). Maka orang itu boleh meminta-minta, sehingga hutangnya lunas. Bila hutangnya telah lunas, maka tidak boleh lagi ia meminta-meminta. (Dua) orang yang terkena bencana, sehingga harta bendanya musnah. Orang itu boleh meminta-minta sampai dia memperoleh sumber kehidupan yang layak baginya. (Tiga) orang yang ditimpa kemiskinan, (disaksikan atau diketahui oleh tiga orang yang dipercayai bahwa dia memang miskin). Orang itu boleh meminta-minta, sampai dia memperoleh sumber penghidupan yang layak. Selain tiga golongan itu, haram baginya untuk meminta-minta, dan haram pula baginya memakan hasil meminta-minta itu.» (HR. Muslim)
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial umatnya dan ingin mengangkat derajat manusia dengan berbagai cara, mulai dari menghilangkan perbudakan hingga menjaga kehormatan manusia, termasuk dari meminta-minta.
Oleh karenanya, Islam sangat menganjurkan pemeluknya agar memenuhi kebutuhan dengan hasil keringat sendiri. Bahkan dalam keadaan sulit sekalipun kita diajarkan untuk selalu tabah dan tetap menghindari dari hal-hal tercela termasuk meminta-minta. (AN)
Allahu Alam.
Tulisan ini diolah dari buku Imam Besar Masjid Istiqlal, K.H Ali Mustafa Yaqub (Alm), yang berjudul “Fatwa Imam Besar Masjid Istiqlal”