Hukum KB: Apakah Mengatur Kehamilan Bertentangan Dengan Sabda Nabi?

Hukum KB: Apakah Mengatur Kehamilan Bertentangan Dengan Sabda Nabi?

Hukum KB sema dengan azl, benarkah demikian? Benarkah mengatur kehamilan dilarang oleh Nabi Muhammad SAW?

Hukum KB: Apakah Mengatur Kehamilan Bertentangan Dengan Sabda Nabi?

KB (Keluarga Berencana) dalam Islam seolah bertentangan dengan larangan azl, yaitu mencegah sperma masuk ke dalam rahim agar tidak terjadi kehamilan. Benarkah demikian?

Sebagaimana diketahui bahwa salah satu tujuan dari menikah bagi pasangan muslim adalah agar dikaruniai keturunan yang saleh. Namun sebagian orang masih beranggapan bahwa memperoleh keturunan merupakan sesuatu yang fitrah dan tidak perlu adanya pengaturan atau lebih tepatnya pembatasan jumlah anak. Alasan mereka cukup beragam, mulai dari senang dengan dikelilingi anak-anak, berpegang pada mitos “banyak anak, banyak rejeki”, hingga beranggapan bahwa membatasi keturunan itu tidak sesuai dengan perintah Nabi SAW.

Baru-baru ini Lembaga Fatwa Mesir dalam sebuah postingan di laman resmi facebook-nya mengatakan bahwa pengaturan kelahiran (seperti KB di Indonesia, red.) adalah diperbolehkan. Postingan ini menuai beragam tanggapan dari netizen baik dari golongan yang menerima maupun yang menolak. Kebanyakan orang yang menolak tersebut mengutip hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi:

تَنَاكَحُوْا تَكَاثَرُا فَإِنّي أُبَاهِيْ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ القِيَامةِ

Menikahlah dan perbanyaklah keturunan, sesungguhnya aku berbangga dengan kalian diantara banyak umat pada hari kiamat. (Mushannaf Abd al-Razzaq no. 10391)

Baca juga: Proses KB dengan Mencabut Alat Kelamin Suami saat Bersetubuh.

Dr. Usamah al-Azhari dalam talkshow di stasiun televisi DMC (17/02/2021) menjelaskan bahwa dalam hadis di atas bisa dipahami bahwa Rasulullah SAW menyukai jumlah yang banyak. Namun di sisi lain terdapat hadis yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. tidak menyukai jumlah yang banyak. Rasulullah Saw. bersabda:

يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ

Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring. Seseorang bertanya: Apakah karena jumlah kami yang sedikit pada saat itu, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Bahkan saat itu jumlah kalian begitu banyak namun laksana buih di air. (Sunan Abu Daud no. 3745)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak menginginkan banyaknya kuantitas tanpa disertai dengan peningkatan kualitas. Kualitas umat yang baik akan lebih dibutuhkan dan mejadi prioritas utama masa depan umat Islam. Melihat realitas negara-negara umat Islam sekarang, tidak semuanya membutuhkan penambahan kuantitas. Masing-masing negara memiliki sumber daya dan kekayaan yang berbeda-beda dalam mencukupi warganya.

Negara yang memiliki sumber daya alam dan kekayaan yang melimpah sementara jumlah penduduknya masih sedikit, misalnya Libya, perlu untuk dilakukan penambahan jumlah penduduk. Sedangkan negara dengan sumber daya dan kekayaan terbatas sementara jumlah penduduknya sangat banyak, misalnya Bangladesh, tidak perlu untuk menambah jumlah penduduk. Justru negara-negera seperti ini perlu untuk memperbanyak produksi dan meningkatkan pendapatan negara demi kemakmuran umat Islam di negara tersebut.

Baca juga: Inilah Keutamaan Bagi Para Ibu Hamil

Lebih jauh lagi, sejatinya Rasulullah SAW juga sering berdoa agar dijauhkan dari kekufuran dan kefakiran. Beliau menyandingkan antara kekufuran dengan kefakiran. Rasulullah SAW memerintahkan umat ini untuk melawan kefakiran dan mendorong kesejahteraan hidup. Mengatur keturunan karena khawatir jika pasangan suami isteri tidak mampu untuk memberikan penghidupan yang layak untuk anak-anaknya tidaklah dilarang dalam agama. Sederhananya, jika penghasilan hanya cukup untuk empat orang, maka jangan dipaksakan untuk enam orang.

Lembaga Fatwa Mesir menjelaskan bahwa di zaman Nabi dikenal istilah azl yang dilakukan oleh para sahabat untuk menghindari kehamilan. Inti dari azl ini adalah menghindarkan air mani suami agar tidak bertemu dengan sel telur isteri ketika bersetubuh sehingga tidak menumbulkan kehamilan. Dari sini bisa dipahami bahwa perintah Nabi Saw. dalam hadis pertama di atas tidak lain hanyalah anjuran untuk menikah dan melahirkan keturunan agar generasi manusia tidak terputus. Kedua hal ini sudah menjadi fitrah manusia.

Kebanggaan Rasulullah SAW dengan banyaknya umat beliau tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas namun juga kualitas mereka dalam memberikan kontribusi pada manusia dengan ilmu, peradaban, dan pencapaian-pencapaian yang lain. Banyaknya jumlah umat Islam tanpa diiringi dengan kualitas yang baik sangat tidak diinginkan oleh Rasulullah Saw. yang diibaratkan seperti buih di lautan yang tidak berbobot meskipun jumlahnya banyak.

Dengan demikian fatwa kebolehan mengatur keturunan dan kehamilan ini bersifat dinamis, bergantung pada keadaan tempat dan masa. Negara seperti Mesir dan Tiongkok dengan jumlah penduduk yang terlalu banyak tidak perlu lagi untuk melakukan penambahan penduduk. Keluarga Berencana (KB) dengan mencukupkan dua anak bisa menjadi solusi bagi pasangan yang ingin mengatur kelahiran dan membatasi jumlah anak. KB sangat bermanfaat dalam menjaga kestabilan jumlah penduduk Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan warga. (AN)