Pernahkah anda tahu ada seseorang yang meletakkan semacam pulpen di hadapannya saat sedang shalat? Atau, saat anda hendak lewat di hadapan orang yang sedang shalat, tiba-tiba orang tersebut meluruskan tangannya seakan menghalangi anda untuk lewat di depannya? Kedua orang tersebut memang mencegah anda untuk lewat di hadapannya saat sedang shalat. Sebab ada larangan untuk lewat di hadapan orang yang sedang shalat.
Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Bulughul Maram mencantumkan bab Satratul Mushalli. Satrah artinya benda yang diletakkan di hadapan orang yang shalat guna menghalangi orang yang sedang berjalan, untuk berjalan di hadapan orang yang shalat. Sedang musalli sendiri artinya orang yang sedang shalat. Bab ini diawali dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari serta Muslim dari Abi Juhaim ibn al-Haris bahwa Nabi Muhammad salallahualaihi wasallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ اَلْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ اَلْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنْ اَلْإِثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Andai seseorang yang sedang berjalan di depan orang yang sedang shalat mengetahui dosa atas prilakunya, pastilah diam berdiri selama 40 hari lebih baik untuknya daripada berjalan di depan orang yang shalat tersebut.”
Hadis di atas menyinggung tentang larangan berjalan di depan orang yang sedang shalat. Larangan inilah yang kemudian mendorong anjuran untuk membuat sutrah. Yaitu tanda bahwa antara posisi orang yang sedang shalat serta benda yang dibuat sutrah, tidaklah boleh untuk dilewati. Nabi Muhammad dalam hadis lain bersabda:
لِيَسْتَتِرْ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ وَلَوْ بِسَهْمٍ
“Hendaknya di saat shalat kalian mengambil sutrah meski hanya sekedar dengan busur panah.”
Dengan berdasar dua hadis di atas dan beberapa hadis lain yang berkaitan, ulama’ memberikan kesimpulan bahwa:
Pertama, haram untuk berjalan di depan orang yang shalat selama tidak ada udzur. Frasa depan ini adalah antara tempat orang yang shalat itu berdiri sampai sutrah yang dibuatnya. Lalu bagaimana orang yang shalat tersebut tidak membuat sutrah, menurut ulama’ hukumnya makruh berjalan di depannya. Kemakruhan ini berlaku pada jarak dimana orang yang shalat menempati tempat itu tatkala sujud.
Kedua, sunnah untuk membuat sutrah di depan orang yang shalat. Sutrah ini bermacam-macam bentuknya. Bisa berupa benda yang diletakkan di depan orang yang sedang salat dengan kisaran jarak 3 dzira’ 144.000 cm. Bisa dengan wujud shalat mengarah pada satu benda semacam tembok maupun tiang bangunan. Atau dengan membuat semacam garis, atau memakai sajadah.
Ketiga, dengan adanya sutrah tersebut, lewat di depannya dihukumi haram. Dan si orang yang sedang shalat sunnah mencegah orang yang hendak lewat, untuk lewat di depannya. Hal ini seperti dengan meluruskan tangan secara tiba-tiba.
Keempat, dengan sutrah tersebut, keberadaan orang yang lewat di depannya tidak akan mengurangi pahala shalat orang yang sedang shalat. Dan tiadanya sutrah, pahala orang yang sedang shalat menjadi berkurang dengan keberadaan perempuan, keledai serta anjing hitam yang berjalan di depannya, berdasar hadis nabi.
Kelima, hikmah keharaman berjalan di depan orang yang sedang shalat serta mengambil sutrah tak lain adalah, menjaga kemuliaan shalat dengan memberi perhatian khusus pada tempat dimana ia berdiri sampai tempat ia bersujud. Selain itu, menjaga kekhusu’an orang yang sedang shalat tersebut, dengan meniadakan potensi pengganggu semacam orang yang lewat di depannya.