Menunaikan haji adalah salah satu dambaan bagi umat muslim. Meskipun Islam hanya memberikan tuntutan kewajiban bagi yang telah mampu, namun hal itu tidak menyurutkan setiap muslim untuk memiliki keinginan dan usaha mengumpulkan materi demi dapat melaksanakan rukun Islam yang kelima ini.
Sedangkan bagi umat muslim yang telah memiliki cukup materi, mereka pun dapat segera menunaikan ibadah haji, bahkan tidak jarang ada pula yang mampu semua anggota keluarganya. Anak-anaknya yang belum baligh pun tidak luput ikut menunaikan ibadah haji.
Lantas, bagaimana hukum hajinya anak kecil yang belum balig? Apakah hajinya tersebut dapat menggugurkan kewajiban haji baginya?
Ibnu Abbas pernah meriwayatkan hadis
عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم أنه لقي رَكبًا بالرَّوحاء، فقال: «مَنِ القَومُ؟» قالوا: المسلمون، فقالوا: مَن أنت؟ قال: «رسولُ اللهِ»، فرَفَعَت إليه امرأةٌ صَبِيًّا، فقالت: ألهذا حجٌّ؟ قال: «نَعَم، ولكِ أَجرٌ» رواه مسلم.
Dari Nabi saw, bahwasannya beliau bertemu dengan suatu rombongan di Rauha’, lalu beliau bertanya: “Kelompok siapa?” mereka menjawab: “Orang-orang muslim.” Merekapun bertanya: “Siapa kamu?” “Utusan Allah” jawab Nabi saw. Seorang perempuan (diantara mereka) mengangkat anak kecil (menunjukkan) kepada Nabi saw. Lalu ia bertanya: “Apakah (anak kecil) ini juga melaksanakan haji?’ Nabi Saw menjawab: “iya, dan kamu pun mendapatkan pahala.” (HR. Muslim).
Berdasarkan hadis tersebut, maka ulama dari kalangan Syafiiyyah, Malikiyyah dan Hanabilah mengatakan bahwa anak kecil itu hajinya sah, tetapi dianggap haji sunnah. Yakni belum menggugurkan kewajiban haji yang menjadi rukun Islam yang kelima. Karena salah satu syarat wajibnya haji adalah telah memasuki usia balig.
Sedangkan menurut Abu Hanifah mengatakan bahwa hajinya anak kecil yang belum balig itu tidak sah. Dasarnya adalah hadis Nabi saw:
رفع القلم عن ثلاث : عن الصبي حتى يبلغ، وعن النائم حتى يستيقظ، وعن المجنون حتى يبرأ ” . رواه ابن حبان والحاكم وصححاه .
Pena itu telah diangkat dari tiga hal. Dari anak kecil sampai balig, orang tidur sampai bangun dan dari orang gila sampai sembuh.” (HR. Ibnu Hibban dan Al Hakim, mereka menilai sahih hadis ini). Selain itu, haji adalah ibadah badan, sehingga tidak sah akadnya seorang wali untuk anaknya sepertihalnya ibadah salat.
Dengan demikian, mayoritas ulama mengatakan bahwa hajinya anak kecil itu sah, namun belum menggugurkan kewajiban haji, yakni dianggap haji sunnah, bukan haji wajib. Tetapi dengan catatan anak kecil itu melakukan rukun-rukun dan kewajiban haji dengan sempurna.
Adapun niat ihramnya, boleh bagi walinya untuk meniatkan ihram anak kecilnya baik telah mumayyiz (dapat membedakan mana yang baik dan tidak/ minimal bisa cebok sendiri), atau tidak. Yakni wali (orang tuanya) tersebut niat ihram di dalam hatinya untuk anak kecil itu “Aku niat ihram untuk dia/ahramtu anhu”. Dan bagi anak kecil yang belum balig tersebut ketika menunaikan ibadah haji harus mendapatkan izin dari walinya, bapak atau kakeknya.
Bagi anak kecil tersebut menurut Syekh Wahbah Al Zuhaili di dalam kitab Al fiqh Al Islami Wa Adillatuhu harus menunaikan rukun rukun dan kewajiban haji secara mandiri jika dia mampu dan mungkin untuk melakukannya sendiri, yakni tidak boleh digantikan dengan walinya. Seperti wuquf, bermalam di Muzdalifah dan Mina.
Tetapi jika ia tidak mampu untuk menunaikannya, maka walinya boleh melakukannya. Misalnya ketika ketika melempar jumrah, jika ia tidak mampu mengambil batu-batunya, maka walinya membantu meraihnya, dan jika ia tidak mampu membalangkannya, maka walinya meletakkan batu di tangannya anak tersebut lalu membantunya untuk melemparkannya, tetapi jika anak kecil itu tidak mampu melemparkan, maka walinya lah yang melemparkannya dengan niat atas nama anak kecil itu.
Selengkapnya, klik di sini