HTI dan Suriah

HTI dan Suriah

HTI dan Suriah

Tadi malam ada yang nonton ILC? Saya sudah ulas sedikit isinya di akun fb pribadi saya (link ada di bawah). Seperti biasa, Ismail Yusanto (jubir HTI) mengulang-ulang pembelaan diri khas HTI “kami ini organisasi dakwah, anti kekerasan, jadi tidak ada kaitan dengan ISIS”. Sebelumnya saya baca, para facebooker moderat yang berupaya “adil sejak dalam pikiran” membela HTI dengan alasan demokrasi, HAM, atau “HTI ini bukan organisasi takfir, tidak mendukung kekerasan” atau pembelaan yang awam banget: “selama ini HTI kalo demo selalu tertib dan damai kok!”

Kalau pendukung HTI membela diri, tentu wajar saja mereka mengatakan apa saja, termasuk berbohong. Tulisan ini bukan saya tujukan untuk mereka, tetapi kepada teman-teman moderat yang terbiasa berpikir adil. Begini, supaya bisa berpikir adil, cobalah rendah hati untuk mempelajari tulisan orang-orang yang memang sudah menghabiskan waktunya bertahun-tahun meneliti soal Hizbut Tahrir.

Misalnya, Dr. Ainur Rafiq yang selain mantan HTI, juga menulis disertasi tentang HTI, atau peneliti muda Makmun Rasyid, yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, setiap kali bicara tentang HTI selalu merujuk pada kitab-kitab klasik tebal, beraksara Arab gundul. Atau, cobalah berdialog dengan teman-teman Anshor dan Banser NU yang benar-benar aktif, kajian apa yang sudah mereka lakukan selama ini terhadap perilaku HTI di akar rumput. Cobalah menyimak detil apa yang ditulis para facebooker anti perang Suriah (termasuk saya) selama 5 tahun terakhir ini. Supaya tidak gagal paham, meskipun niatnya baik.

Karena itulah saya sepakat dengan yang disampaikan Prof Todung Mulya Lubis di ILC semalam bahwa pertama, pemerintah punya hak membuat peraturan pemerintah pengganti UU dalam “kondisi genting”. Nah seperti apa “kondisi genting” itu, perlu pula disadari bahwa pemerintah punya akses informasi yang sangat luas, terutama dari pihak intelijen. Dan informasi ini tentu saja sangat konyol kalau diobral semua ke publik. Ada banyak informasi sebenarnya yang tidak terungkap di publik (saya pun punya beberapa informasi yang saya dapat dalam beberapa FGD, tidak bisa saya ungkap karena terikat kode etik Chatam House Rule).

Anyway, saya tidak mau berdebat soal Perppu karena bukan wilayah saya (saya bukan ahli hukum). Saya ingin menyoroti HTI-nya. Banyak yang melupakan kaitan antara HTI dengan konflik Suriah padahal justru inilah poin krusialnya. Klaim-klaim Hizbut Tahrir di seluruh dunia (HT adalah organisasi politik transnasional, punya cabang di berbagai negara, dan satu sama lain mengikuti garis komando yang sama) soal “anti kekerasan” runtuh telak kalau kita mengamati apa yang terjadi di Suriah.

Bisa diamati rekam jejaknya di web-web HTI (maupun web HT di negara-negara lain), HT amat gencar mempropagandakan berita tentang ‘kekejaman rezim Assad’ yang penuh nuansa kebencian pada ‘Syiah Nusairiyah’ dan mendukung jihad ke Suriah. Dengan mengabaikan betapa banyak hoax yang sudah kami (para facebooker anti-perang Suriah, anti-Imperium, baik di Indonesia maupun dari negara2 lain) ungkap, termasuk hoax yang disebar HTI sendiri, mereka konsisten mengulang-ulang narasi soal jihad Suriah. Saya sudah catat apa yang mereka tulis soal ini, di buku-buku saya soal Suriah.

Bisa cek situs-situs HTI, kepada siapa mereka mengungkapkan dukungan pada milisi bersenjata yang memorak-porandakan Suriah? Tak lain Al Nusra (=Al Qaida cabang Suriah) dan Ahrar al Sham (ini juga ‘keturunan’ Al Qaida). HT menyebut mereka mujahidin, padahal yang mereka lakukan adalah aksi-aksi sadis. Di antaranya, pada Mei 2016 ada video yang dirilis sendiri oleh anasir Ahrar al Sham, mereka melakukan pembantaian massal di desa al Zara dan dengan bangga berpose di atas mayat perempuan dan anak-anak.

Terakhir, perlu diingat lagi, ada ratusan kelompok teror (yang menyebut diri mujahidin) di Suriah. Kenapa kok disebut teroris? Karena cara-cara ‘perjuangan’ mereka yang memang barbar ala teroris. Juga kalau ditinjau dari hukum internasional, mereka (yang sebagian besarnya petempur asing) telah melakukan pelanggaran besar atas sebuah negara berdaulat.

Karena itu, diskusi soal HTI ini jangan sampai membuat kita lupa pada organisasi transnasional lain yang juga punya cabang di Indonesia. Organisasi lainnya adalah Ikhwanul Muslimin (tau kan, apa parpol di Indonesia yang berideologi IM? Mereka juga sangat berperan membawa kegaduhan Suriah ke Indonesia). Juga, tentu saja, Al Qaida (dan anak-cucu-sempalan-nya, termasuk ISIS).

Jadi, bolak-balik saya ulangi: pemahaman atas konflik Suriah, siapa aktor-aktornya, siapa fundingnya, merupakan satu faktor penting dalam melawan radikalisme di Indonesia.

Untuk membaca bahwa strategi infiltrasi dan kamuflase memang sangat biasa dipakai aktivis HTI (misalnya, mengaku sebagai gerakan damai, berpura-pura jadi NU, dll), bisa baca artikel komprehensif Dr. Ainur Rafiq berikut ini: http://www.harakatuna.com/daya-adaptasi-kamuflase-dan-daya-…

Foto: skrinsyut situs resmi HT, yang menyatakan bahwa HT adalah partai politik.