Deskripsi buku:
Judul : Soekarno Studies; Ketika Santri Membaca Sang Proklamator
Penulis : Hilmy Firdausy
Penerbit : GDN Press, 2018.
Tebal : 297 halaman
Historiografi tentang sosok Soekarno belum tuntas ditulis hingga saat ini. Dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber, yang disusun sesistematis mungkin merupakan upaya para penulis dalam menceritakan, memaparkan, dan menuangkan tentang sosok Soekarno.
Beragam genre tulisan tentangnya sudah banyak diterbitkan, mulai dari dalam bentuk biografi dengan segala macamnya, roman, opini, sampai dalam bentuk diskursus metodologi pemikirannya. Buku ini termasuk pada genre yang terakhir, yang dapat dikatakan langka dalam varian genre tulisan mengenai Soekarno.
Karena memang jika sebuah tulisan ingin diminati orang lain, maka harus menampilkan konten yang berbeda. Apalagi objek pembahasannya telah banyak dilakukan dan ditulis oleh orang lain, sehingga sebagai orang belakangan yang ‘membaca’ objek yang sama dengan orang sebelumnya harus menyuguhkan sajian yang menarik.
Termasuk ketika membahas Soekarno, selaku sebuah objek yang tidak berhenti dikaji dan disajikan dalam beragam genre tulisan, maka pengkaji belakangan harus melihat sisi lain dari Soekarno. Terbukti jika berkunjung ke Gramedia, misalnya, selaku toko buku bergengsi dengan harga selangit, hampir setiap 2-3 bulan sekali akan dijumpai buku baru tentang Soekarno di rak bagian ‘Sejarah’ dan/atau ‘Biografi’.
Soekarno dapat dianalogikan sebagai tubuh manusia yang memiliki anatomi. Tulisan tentangnya selama ini merupakan pembedahanterhadap anatomi tubuh yang terdapat pada diri Soekarno dengan beragam alat bedah sesuai kemampuan pembedahnya. Termasuk buku ini, Soekarno Studies, yang tentunya mencari objek lain dari anatomi tubuh yang ada di dalam diri Soekarno sebagai fokus pembedahannya.
Jika para penulis tentang Soekarno sebelumnya telah menyajikan mengenai perjalanan hidupnya, perjalanan intelektualnya, pemikirannya, mengumpulkan tulisan-tulisannya, berikut juga pidatonya, baik berupa video maupun tulisan, dengan beragam genre tulisan sebagaimana telah disebutkan, maka buku kali ini berupaya menemukan poros nalar Soekarno yang menjadi basis terhadap perjuangannya.
Poros nalar ini merupakan dinamo yang ada di dalam anatomi diri Soekarno sehingga dapat melahirkan ide dan perjuangan selama masa hidupnya. Melalui ini nanti akan ditemukan nalar yang menjadi faktor utama bagi sosok Soekarno.
Ini menjadi penting dikarenakan kontribusi Soekarno begitu besar bagi Indonesia, khususnya untuk meraih kemerdekaan dan merumuskan dasar negara. Ide-idenya yang berilian dan retorikanya yang menggugah dapat melunakkan para musuhnya. Bahkan dari saking hebatnya ide dan gagasan yang dicetuskan Soekarno sampai tokoh revolusioner dunia seperti Che Guevara cium tangan sebagai bentuk penghormatan. Ini pertama.
Kedua, perjuangan Soekarno tidak pernah dilakukan atas kepentingan pribadi atau golongannya sendiri. Selama berjuang, Soekarno cenderung menggunakan kata “kita” dalam mengajak masyarakat Indonesia untuk meraih apa yang dimimpikan selama ini. Ini menjadi bukti (minimal) akan bentuk solidaritas Soekarno yang begitu tinggi.
Mengajak masyarakat berjuang bersama-sama dengan tanpa menumpahkan darah merupakan strategi Soekarno agar tidak ada lagi korban yang gugur. Diplomasi menjadi solusi terjitu untuk menyampaikan harapan dan aspirasi masyarakat sehingga mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Bagi Soekarno masyarakat cukup mendukung dan memotivasi atas ide dan gagasan yang dipaparkannya.
Maka dari itu, menggunakan kata “kita” merupakan simbol gotong-royong dan bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diimpikan bersama-sama. Meskipun pada realitanya ‘tidak semua’ bekerja dan berjuang, namun dengan memakai kata “kita” tadi sudah dapat mewakili semuanya.
Oleh karena itulah, mencari poros nalar selaku dinamo bagi sosok Soekarno menjadi penting untuk diketahui bersama. Agar kita selaku penerusnya dapat melanjutkan –bahkan meniru jika bisa- model dan cara pikir Soekarno dalam memperjuangkan dan menjungjung tinggi bangsa Indonesia di kancah internasional.
Demikian pula, buku ini dibilang langka karena memang selama ini historiografi Soekarno ditulis dengan cara pandang lama. Biografi Soekarno, misalnya, disajikan dengan model layaknya biografi tokoh pada umumnya; dimulai dari masa kecil hingga ajal menjemput. Tentu mencakup pendidikan, gagasan, sepak terjang, dan kehidupan keluarga.
Ada juga yang dipaparkan dalam bentuk roman, karya Ramadhan KH, misalnya, yang berjudul Soekarno Kuantar Kau ke Gerbang. Buku tersebut disajikan layaknya buku roman pada umumnya, dengan adanya latar, tokoh, kondisi sosio-politik, dsb. Dengan menggunakan bahasa yang indah dan renyah, buku Soekarno satu ini termasuk buku paling laris hingga dicetak berkali-kali.
Selain itu, ada pula yang memaparkan tentang pemikiran-pemikiran Soekarno. Para pembaca Soekarno berupaya menampilkan pokok pemikiran dan cara pandang Soekarno, baik mengenai politik, sosial, ekonomi, bangsa, dsb. Mereka menjadikan tulisan dan pidato Soekarno sebagai sumber primer untuk menggali pokok pemikirannya.
Pada level ini, buku Soekarno Studies bisa dikategorikan di dalamnya. Hanya saja, perbedaan yang cukup signifikan dibanding buku yang lain terletak pada cara baca dan penetapan sumber primer. Pada tahap ini lah buku ini dinilai sebagai historiografi Soekarno yang langka dan baru dalam meramaikan pembacaan terhadapnya.
Jika dicermati, Soekarno dibaca dengan menggunakan analisa wacana dan diskursus poskolonial. Kedua alat itu menjadi metode utama penulis buku itu ketika membaca Soekarno. Dengan memanfaatkan teori-teori yang terdapat pada kedua alat tersebut sebagai pisau analisanya, makanya tepat kiranya kalau menghasilkan pembacaan yang berbeda dengan para pembaca (Soekarno) yang lain.
Uniknya, teori-teori tersebut melebur dengan data-data mengenai Soekarno, sehingga melahirkan struktur tulisan yang apik. Jadi, model penulisannya bukan menjelaskan sebuah teori terlebih dahulu, kemudian pada paragraf selanjutnya contoh mengenai teori tersebut, atau sebaliknya. Melainkan antara teori dan data disatupadukan antara satu dengan yang lainnya dalam bentuk kalimat sehingga menghasilkan pemahaman dan contoh penerapan teori sekaligus.
Namun, hal tersebut tidak selamanya menjadi kabar baik, terlebih bagi orang yang tidak akrab dengan teori-teori semacam di atas, atau tidak terbiasa dengan buku-buku metodologi. Karena term yang digunakan akan terdengar asing, entah itu berupa nama sebuah teori atau istilah ilmiah. Meskipun pada buku tersebut telah dicantumkan glosarium namun belum lah cukup, khususnya bagi orang macam di atas.
Oleh karenanya, dianjurkan bagi pembaca budiman untuk menyiapkan kamus bahasa Indonesia, seperti KBBI atau kamus ilmiah sebagai penunjang agar memahami buku ini semakin mudah.
Kemudian mengenai penetapan sumber primer, sebagaimana telah ditegaskan oleh penulisnya sendiri di dalam buku tersebut, menjadikan kisah-kisah jenaka, cerita-cerita yang melibatkan Soekarno, anekdot-anekdot sebagai bahan utamanya. Justru data seperti itu yang dijadikan bahan utama dalam mencari poros analisa yang ada di dalam diri Soekarno.
Bahkan tulisan-tulisan Soekarno sendiri, seperti naskah Mentjapai Ineonesia Merdeka, Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme, dan Surat-surat Islam dari Endeh menjadi sampel penulis buku ini. Dengan kata lain, naskah tersebut diposisikan sebagai perwakilan dalam mengilustrasikan dinamo yang menggerakkan sosok Soekarno.
Maka dari itu lah, buku ini menawarkan model pembacaan baru dengan melepaskan model pembacaan lama yang sudah kadung terlena dengan zona nyamannya, serta melihat sisi lain yang ada pada diri Soekarno. Dengan begitu, historiografi Soekarno saling menambal satu sama lain seiring bertambahnya tulisan mengenai hal itu demi menciptakan hasil yang utuh tentang pembacaan terhadap Soekarno, yang entah sampai kapan Soekarno sebagai teks berhenti dibaca oleh anak Bangsa.