Persentuhan urang Banjar atau masyarakat Banjar dengan perjalanan Haji sudah berlangsung lama dan cukup intens. Sebab menurut catatan yang dilakukan oleh Yusliani Noor dalam bukunya Islamisasi Banjarmasin menuliskan, masyarakat Banjar sudah melakukan perjalanan Haji sejak awal Islam sampai di tanah Banjar yaitu abad ke-16. Yusliani Noor menyebutkan satu nama yaitu Haji Batu atau Syekh Abdul Malik sudah menunaikan ibadah Haji di abad ke-16, yang kemudian dilanjutkan beberapa nama orang besar di tanah Banjar seperti Datu Sanggul hingga Datu Kalampayan atau lebih dikenal dengan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Ada beberapa tradisi yang dimunculkan dalam masyarakat Banjar terkait perjalanan Haji. Ada dua yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Pertama, setiap ada jemaah yang berangkat haji dalam satu keluarga diharapkan bisa makan bersama dalam satu wadah seperti nampan dengan harapan setelah keberangkatan haji ini, seluruh keluarga tetap dikumpulkan juga membangun kedekatan dengan antar sesama anggota keluarga. Biasanya ini dilakukan beberapa saat sebelum sang calon jemaah haji keluar dari rumahnya.
Memang tradisi ini sekarang tidak lagi banyak dilakukan dengan berbagai alasan, tapi tradisi seperti ini seharusnya bisa digalakkan kembali. Di tengah serbuan gadget dan arus informasi yang tak pernah berhenti ini kedekatan antar anggota keluarga sering terabaikan. Nah, masyarakat Banjar punya kearifan lokal untuk terus menjaga kedekatan antar keluarga, seperti yang dilakukan saat keberangkatan haji ini.
Selain tradisi makan bersama tersebut, ada lagi satu tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Banjar saat keberangkatan adalah tradisi shalat sunnah dua rakaat setelah keluar dari rumah sebelum berangkat ke embarkasi atau bandara. Sebab dalam pandangan masyarakat Banjar, perjalanan haji adalah perjalanan dari masjid ke masjid, yaitu masjid di tanah air ke Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Oleh karena itu, setiap jemaah diharapkan melakukan shalat dulu di tanah air sebagai pengantar sebelum mencapai tujuannya masjidil Haram atau masjid Nabawi. Tradisi ini menarik bagi saya, karena diceritakan kepada saya oleh salah seorang jemaah yang melakukannya adalah sebagai pengingat bagi masyarakat Banjar untuk tidak melupakan alasan utama perjalanan ke tanah Mekkah dan Madinah, yaitu beribadah kepadaNya. Bukan untuk mencari gaya atau titel haji yang akan melekat nanti setelah kedatangannya nanti. Tradisi ini juga berlaku pada saat kepulangan, jadi jemaah haji yang datang dari tanah suci Mekkah dan Madinah diharapkan melakukan shalat di masjid setempat sebelum pulang ke rumah masing-masing.
Perjalanan haji yang cukup menguras tenaga hingga materi, bagi urang Banjar adalah sebuah perjalanan yang mulia. Karena itu setiap urang Banjar datang dari tanah suci, akan selalu dipeluk oleh sanak familinya karena dianggap mengambil barakah atau berkat yang dibawa dari tanah suci Mekkah dan Madinah. Bahkan dulu menurut pengakuan beberapa orang, mereka sebelum datang ke rumah harus belajar baca doa, minimal doa selamat yang akan dibacakan pas waktu selamatan di rumah pas kedatangan dari tanah suci. Karena biasanya sang jemaah haji yang baru tiba biasanya dimintakan membacakan doa karena dianggap masih membawa kemakbulan doa dari tanah suci.
Agama Islam yang diamalkan oleh masyarakat Banjar yang kemudian dikenal dengan Islam Banjar, memperlihatkan bagaimana local genius yang diamalkan oleh masyarakat untuk merasakan kedekatan akan tradisi keislaman yang mereka amalkan dengan tanah yang dianggap sebagai pusat keislaman. Masyarakat Banjar memaknai perjalanan ke tanah suci adalah sebuah perjalanan yang sakral, karena mendatangi pusat peradaban keislaman. Oleh sebab itu, masyarakat Banjar memaknai keberangkatan dan kedatangan Haji dengan berbagai tradisi yang mengharapkan keberkahan dan doa dari tanah suci.
Saya melihat perjalanan Haji dalam sudut pandang urang Banjar adalah bagian dari apa yang disebut dalam sosiologi dengan merindukan atau ingin merasa terkait dengan Great Tradition. Islam Banjar yang diamalkan selama ini selalu dikaitkan perjalanan Haji sebagaimana yang disebutkan di atas. Islam Banjar dianggap sebagai bagian little tradition dari Islam yang lebih murni, yang dilekatkan pada Islam yang ada di Mekkah.
Masyarakat Banjar selalu ingin menghubungkan tradisi keilmun khususnya dengan tanah suci Mekkah. Ini sudah terjadi lama, seorang mufti kerajaan Banjar bernama Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari pernah berkirim surat dengan salah satu guru beliau bernama Sulaiman Kurdi, untuk menanyakan fatwa sang guru soal pajak yang diberlakukan oleh kerajaan Banjar. Mekkah dan Madinah dalam pandangan urang Banjar adalah barakat, doa, kerinduan, keilmuan juga kesuciaan. Fatahallahu alaihi futuh al-arifin