“Sudahlah, harta kalian lebih baik kalian sedekahkan. Itu yang akan menolong kalian kelak di akhirat. Adapun harta yang kalian tinggalkan untuk anak-anak kalian, belum tentu berguna dan dapat menolong kalian di akhirat. Biarkan anak-anak kalian mencari harta sendiri,” begitu ujar seorang da’i kepada jamaahnya secara berapi-api.
Lantas apakah memang demikian Islam mengajarkan? Apakah memang seharusnya kita menyedekahkan semua harta demi kebaikan, seperti bersedekah, berwakaf dan sejenisnya, kemudian membiarkan anak-anak kita mencari rezekinya sendiri. Apakah yang sedemikian merupakan kebaikan? Lalu apakah kita tak usah menyisakan apapun untuk anak-anak kita kelak?.
Ternyata hal ini sudah dibahas dalam Al-Quran, tepatnya dalam Q.S. An-Nisa ayat 09. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” Ayat ini mengingatkan kepada orang tua untuk tidak menghambur-hamburkan warisan sehingga anak mereka menjadi lemah karena ekonomi, akibat tak mendapatkan warisan orang tuanya sama sekali.
Lebih menarik, karena berdasarkan beberapa kitab tafsir, peringatan ini juga diberikan kepada mereka yang berada di sekitar orang sakit yang hendak membuat wasiat tentang harta warisan. Agar mereka tak menyarankan orang tersebut menghabiskan hartanya walau untuk sedekah atau kebaikan lainnya kemudian melupakan masa depan anak-anak mereka.
Al Qurthubiy dalam tafsirnya menyatakan bahwa sebagian ahli tafsir mengindikasikan ayat ini adalah peringatan yang seolah ingin menyatakan, “Sebagaimana kalian takut nasib anakmu sepeninggalmu, kalian pun harus takut nasib anak orang lain sepeningal orang tuanya.” Lebih lanjut Imam Al Qurthubiy menyatakan sebuah hadits, “Meninggalkan anakmu dalam kondisi kaya adalah lebih baik, daripada meninggalkan mereka dalam kondisi susah dan menyusahkan orang lain.”
Hal tersebut juga dinyatakan al-Fairuzzabadiy dalam tafsir Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, bahwa ayat ini merupakan peringatan agar seseorang takut kepada Allah ketika menyuruh orang lain mewasiatkan lebih dari sepertiga hartanya untuk selain keluarganya.
Selaras dengan pendapat di atas, Imam Al Baydhawi, Al Khazin juga Syaikh Nawawai Al Jawi dalam masing-masing kitab tafsirnya menyatakan hal yang sama. Bahwa hendaknya ketika berada di sisi seorang yang sakit dan hendak membuat wasiat warisan, seorang muslim untuk tak menyarankan si sakit menghamburkan harta dengan memberikan kepada orang lain sedangkan keluarganya tak mendapat apa-apa.
Seorang muslim hendaknya menyarankan kebaikan untuk keluarga si sakit kelak, sebagaimana ia ingin keluarganya mendapatkan empati dari orang lain sepeninggalnya. Memperkuat ini, Syaikh Nawawi menyitir hadis, “Tak beriman seseorang di antara kalian, sehingga mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.”
Ayat ini mengingatkan kita tentang sebuah pepatah lama, “Jika tak ingin dicubit, janganlah mencubit. Sama seperti kita yang tak ingin dicubit, begitupun orang lain.” Hikmahnya, tentu kita tak boleh menggunakan kalimat nasehat yang seakan baik, padahal sejatinya menjerumuskan orang lain ataupun keluarganya.
Wallahu A’lam.