Hadis Larangan Mencela Orang yang Bersalah

Hadis Larangan Mencela Orang yang Bersalah

Sebagian kita mungkin mencela rorang yang bersalah adalah hal biasa, tapi ternyata bagi nabi itu terlarang.

Hadis Larangan Mencela Orang yang Bersalah
Rasul SAW melarangan kita untuk mencela dan mencaci maki, bahkan kepada pendosa.

Bagi warganet, mencela kesalahan orang sepertinya sudah menjadi hal yang sangat lumrah. Saya sendiri hampir setiap hari melihat cacian dan bullyian netizen terhadap orang-orang yang dianggap bersalah. Bahkan bukan hanya sekedar mencela, terkadang netizen malah kelewat batas, seperti membagikan alamat, profil Instagram dan media sosialnya ke Twitter.

Disetujui atau tidak, netizen kita, termasuk kita memang sering kali terlewat batas.  Sebagian kita menganggap bahwa para pendosa layak untuk mendapat celaan dan makian. Kita juga sering kali melihat, orang-orang yang dianggap bersalah, bahkan yang belum dibuktikan secara hukum, sudah dicela dan dibully rame-rame di media sosial. Kita menganggapnya seakan biasa saja. Tapi ternyata, bagi nabi, hal seperti itu dilarang.

Jangankan orang yang belum dibuktikan kesalahannya, orang-orang yang jelas melakukan kesalahan saja tetap dilarang untuk mencelanya.

Nabi pernah memperingatkan orang-orang yang mencela pezina yang sedang dirajam oleh nabi. Namanya Maiz bin Malik. Saat ia dirajam, orang-orang yang ada di sekitarnya pun mencelanya. Nabi lantas melarang perbuatan para pencela tersebut.

عنْ أبِي الفِيلِ قالَ: قالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ «لا تَسُبُّوهُ» يَعْنِي ماعِزَ بْنَ مالِكٍ حِينَ رُجِمَ

“Dari Abu al-Fil berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jangan mencelanya”, yakni Maiz bin Malik saat dia dirajam.” (lihat: al-Kunā wal Asmā li al-Daulabi)

Maiz bin Malik ini mungkin bagi kita adalah seperti orang-orang bersalah di media sosial pada umumnya, yaitu berhak kita cela, maki, dan buli, namun bagi nabi ia tetap manusia yang terlarang untuk dicela, meskipun ia telah melakukan dosa. Apalagi jika mereka telah mengakui kesalahan dan bertaubat.

Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Maiz bin Malik pun bertaubat, lalu nabi mengampuninya.

ماعِزُ بْنُ مالِكٍ الأسْلَمِيُّ أسْلَمَ، وصَحِبَ النَّبِيَّ ﷺ، وهُوَ الَّذِي أصابَ الذَّنْبَ، ثُمَّ نَدِمَ، فَأتى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ، فاعْتَرَفَ عِنْدَهُ، وكانَ مُحْصَنًا، فَأمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، فَرُجِمَ، وقالَ: «لَقَدْ تابَ تَوْبَةً لَوْ تابَها طائِفَةٌ مِن أُمَّتِي لَأجْزَتْ عَنْهُمْ»

“Maiz bin Malik al-Aslami masuk Islam dan menjadi sahabat nabi. Namun ia adalah nabi yang berbuat dosa lalu menyesal. Ia kemudian mendatangi Rasul dan mengakui kesalahannya. Ia mengakui telah berzina (muhsan). Nabi pun memutuskan hukuman rajam untuknya. Nabi lalu berkata, “(Maiz) sungguh telah bertaubat. Jika ada umatku yang bertaubat, maka aku akan mengampuninya.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Abu Darda’ menegur orang yang mencela pencuri. Ia malah menganjurkan sang pencela itu bersyukur karena ia telah diselamatkan dari musibah pencurian.

Bayangkan, kepada orang yang berdosa saja, nabi dan para sahabat saha melarang untuk mencelanya, apalagi kepada orang yang tidak salah. Tentu, larangannya akan semakin berat dari pada mencela pendosa.

Tulisan ini ingin saya akhiri dengan sebuah pengingat kepada semua warganet, terkhusus yang hobi sekali spill kesalahan orang lain di media sosial agar mendapatkan banyak celaan. Ingatlah bahwa hingga hari ini kita dipandang baik oleh orang lain karena mereka belum mengetahui aib kita. Jika mereka tahu, kita pasti akan jadi korban selanjutnya. Oleh karena itu, jika ada orang lain yang bersalah, jangan mudah mencaci mereka.

(AN)