Mustayar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama’, K.H. Mustafa Bisri berpendapat bahwa pakaian bukanlah sebuah takaran untuk menilai akhlak seseorang.
Gus Mus, sapaan akrabnya, ingin menekankan bahwa berislam tidak bisa dinilai dari pakaian yang sedang dipakai.
“Jika pakai jubah tapi wajahnya selalu marah, maka itu bukan mengikuti Nabi Muhammad tapi mengikuti Abu Jahal.”
Hal ini menunjukkan bahwa mengikuti Nabi bukan hanya melalui pakaian yang digunakan tapi yang paling penting adalah mengikuti akhlak nabi yang sejuk dan damai.
Karena pakaian pada zaman nabi bukanlah pakaian islami. Jubah dan model pakaian yang dipakai nabi pada saat itu adalah pakaian lumrah orang arab yang dipakai juga oleh orang-orang kafir quraisy.
Sehingga pada saat itu, tidak ada yang bisa membedakan antara kafir quraisy dan muslim, karena pakaiannya sama-sama jubah dan berimamah.
Sehingga Gus Mus ingin menekankan bahwa jika ada seseorang yang berpakaian jubah dan semacamnya namun masih tetap marah-marah, merusak, dan bikin onar, maka sebenarnya ia tidak mengikuti akhlak rasul yang sejuk, tetapi mengikuti prilaku Abu Jahal, yang dikenal bengis, kejam dan pemarah.
Dalam cuitannya, Gus Mus mengutip pendapat Ibnu al-Qayyim ketika diminta followernya memberikan tausiyah tentang aqidah, bukan hanya furu’ saja.
“Qala Syeikh Ibnu al-Qayyim: ad-Din Kulluhu Khalq.”(Ibnu al-Qayyim berkata: Semua ajaran agama adalah akhlaq).
قال الشيخ ابن القيم: الدين كله خلق.. https://t.co/wcShPu7FxD
— A. Mustofa Bisri (@gusmusgusmu) October 16, 2017