Oleh: Denny Siregar
Gus Mus tidak pernah berbicara “kami umat Islam…” seakan beliau mewakili seluruh umat Islam.
Gus Mus sendiri takut apakah benar beliau muslim? Sebab muslim artinya manusia yang secara total berserah diri kepada Tuhan, dan berserah diri mempunyai makna yang sangat dalam. Ketika seseorang berserah diri, maka ia mengemban sifat-sifat Tuhan dalam dirinya yang berinti pada menjadikan diri berfungsi kepada manusia lain.
“Benarkah aku sudah berserah diri? Bukankah aku masih terbungkus keinginan duniawi? Siapakah aku mengaku-aku bahwa aku seorang muslim?”
Begitulah ciri-ciri manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan, memfungsikan akal dan melemahkan nafsunya. Bukan mengklaim, karena iblis paling handal kalau masalah mengklaim dirinya paling taat, paling hebat, paling dekat kepada Tuhan.
Tidak perlu berjenggot lebat hanya supaya mengikuti Nabi-nya, karena memang bukan budaya tempat kelahirannya. Mengikuti bersifat tauladan dan tauladan ada di sikap bukan lambang.
Tidak mudah mencari manusia seperti Gus Mus di dalam Islam, tapi sejatinya mereka banyak hanya tidak tampak. Mereka terselip diantara tembok-tembok kemunafikan menjadi penyeimbang. Mereka tidak ingin mencari kejayaan, karena sejatinya kejayaan hanya pengakuan dari manusia dan manusia adalah tempatnya fitnah. Merekalah yang menjaga negara ini supaya tetap tentram, sejuk dan selalu toleran.
Jangan pernah lagi melihat wajah Islam dari ISIS, karena ISIS hanyalah setan yang dipropagandakan. Jangan melihat Islam dari FPI, karena Islam tidak pernah memegang pentungan. Lihatlah wajah Islam dari Gus Mus, karena sejatinya begitulah para wali bergerak, berbicara dan bersikap.
Melihat Gus Mus di mata Najwa kemarin malam, saya tersenyum. Setidaknya ada wakil yang menampakkan sesungguhnya bagaimana ketika beragama itu dengan berakal.
Sayang Gus Mus sudah berhenti merokok, mungkin saya juga akan seperti beliau jika sudah setua beliau. Tetapi saya yakin, beliau masih tetap setia dengan secangkir kopinya.
Karena kopi bukan hanya secangkir minuman. Ia adalah filosofi hidup yang dalam dimana rasa pahit dan manis disatukan dan yang abadi adalah kenikmatan.
Selamat ngopi, Gus Mus…