Pengusung khilafah mengklaim apa yang mereka perjuangkan bagian dari mewujudkan sunnah Nabi di muka bumi. Khilafah bagi mereka adalah kewajiban, sama seperti halnya shalat, puasa, dan haji. Khilafah menjadi bagian dari rukun Islam yang harus dipenuhi. Padahal, tidak ada satupun dalil al-Qur’an dan hadis yang secara tegas dan jelas bisa dijadikan argumentasi penguat keabsahan khilafah ala HTI.
Malahan, menurut Gus Ach. Dhofir Zuhry, Nabi Muhammad justru memerangi khilafah. Dalam filsafat, kebenaran itu harus dibuktikan. Pernyataan Nabi Muhammad memerangi khilafah perlu diuji dan dibuktikan.
“Khilafah versi HTI itu apa sih? Membangkitkan Umawi, ‘Abbasi, Turki kan? Itu suku atau bukan? Klan semua itu. Sementara Kanjeng Nabi menghapus kesukuan. Jadi khilafah versi HTI itu ingkar sunnah jelas,” Tegas pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah Malang ini.
Bangsa Arab sangat fanatik dengan kesukuannya. Mereka memperjuangkan semangat kesukuan itu sampai darah terakhir. Semangat kesukuan inilah yang dihancurkan oleh Nabi Muhammad, karena manusia sebetulnya sama di hadapan Tuhan, tidak ada suku yang mulia dan suku rendahan. Seluruhnya Sama.
Salah satu cara yang dilakukan Nabi untuk menghapus kesukuan ini adalah dengan mengganti julukan sahabat Nabi. Maksudnya, kalau dulu, identitas kesekuan selalu melekat di belakang nama sahabat. Nabi Muhammad mengganti identitas kesukuan itu dengan julukan yang lebih netral dan tidak bias.
Gus Dhofir mencontohkan, Sayyidina Abu Bakar, seharusnya bukan al-Shiddiq, tapi al-Taim, karena beliau dari Bani Taim, Rasulullah mengganti dengan al-Shiddiq, yang berati orang yang senantiasa jujur dan membenarkan kanjeng Nabi Muhammad. Sayyidina Umar, sukunya al-‘Adi, Rasulullah mengganti dengan al-Faruq. Sayyidina Utsman bin Affan, sukunya al-Umawi, Rasulullah ganti dengan Dzun Nurain, orang yang punya dua cahaya, karena beliau menikah dengan dua putri Nabi Muhammad: Sayyidah Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sukunya al-Hasyimi, Rasulullah ganti dengan al-Murthada, orang yang diridhai Allah.
Pergantian nama ini adalah salah satu cara Nabi untuk pelan-pelan menghapuskan fanatisme kesukuan, karena bisa memecah belah umat Islam. Selain itu, kata Gus Dhofir, Rasulullah juga menghapus perang antar suku. Kalaupun semasa hidupnya Nabi pernah perang, itu bukan karena perbedaan suku, tapi untuk mempertahankan diri.