Gus Baha: Saya Meniru Cara Sedekah Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Gus Baha: Saya Meniru Cara Sedekah Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Gus Baha: Saya Meniru Cara Sedekah Sayyidina Ali bin Abi Thalib

Gus Baha menyampaikan tata cara sedekah ala Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ulama asal Rembang ini pun mengaku mengikuti tata cara sedekah tersebut.

Sedekah merupakan ajaran dalam agama Islam, berbagi rezeki dari orang Muslim kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas. Dalam bersedekah, orang melakukannya secara berbeda-beda. Ada yang memilih secara sembunyi, dan ada pula yang terang-terangan.

Dalam sebuah rekaman pengajian, KH. Bahaudin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha, memberi keterangan tata cara sedekah yang dilakukan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu.

Ketika mempunyai rezeki untuk sedekah, Sayyidina Ali bin Abi Thalib akan membaginya menjadi empat bagian. Mialkan, ketika memiliki uang 1 juta Rupiah, maka uang itu akan dibagi menjadi empat bagian, masing-masing 250 ribu. Rinciannya begini:

Yang satu bagian, digunakan untuk bersedekah secara jahr, atau terang-terangan. Adapun satu bagian lagi, digunakan untuk bersedekah kepada yang membutuhkan dengan cara sirr, atau tertutup. Satu bagian lagi digunakan Sayyidina Ali untuk sedekah pada waktu siang. Sementara bagian terakhir, digunakan untuk sedekah pada waktu malam hari.

Sayyidina Ali, menurut Gus Baha, membuat perhitungan seperti itu dalam menginfakkan hartanya. Jika sedekah yang sembunyi sudah dilakukan, maka beliau melaksanakan sedekah yang terang-terangan. Jika sedekah pada waktu malam hari sudah ditunaikan, maka giliran melaksanakan sedekah pada siang hari. Begitu seterusnya.

Hal ini merupakan cara Sayyidina Ali bin Abi Thalib dalam bersedekah demi melaksanakan perintah al-Quran yang tertera dalam surat al-Baqarah ayat 274, yang berbunyi:

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. al-Baqarah: 274)

Dalam penjelasan tersebut, Gus Baha juga menekankan kepada jamaah bahwa dalam bersedekah kita mungkin sering takut atau khawatir jika sedekah kita menjadi riya’. Kiranya kekhawatiran tersebut bisa dihindarkan atau dibiarkan saja. Karena bagaimanapun, sedekah secara terang-terangan pun dijelaskan dalam al-Qur’an dalam surat al-Baqarah ayat 271:

اِنْ تُبْدُوا الصَّدَقٰتِ فَنِعِمَّا هِيَۚ وَاِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَاۤءَ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۗ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّاٰتِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ

Jika kamu menampakkan sedekah-sedekahmu, maka itu baik. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka itu lebih baik bagimu dan Allah akan menghapus sebagian kesalahan-kesalahanmu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Baqarah: 271)

Gus Baha memberi ilustrasi, bahwa jika kita takut riya’, maka sebenarnya kita takut kepada setan. Jadi sekalipun khawatir riya’, sedekah itu sesekali perlu untuk dilakukan secara terang-terangan dan diperlihatkan secara gamblang.

Keutamaan bersedekah dalam waktu dan kesempatan yang berbeda tersebut adalah, bahwa dalam berbuat baik tidak mengenal yang namanya momentum. Sehingga jika tidak bersedekah pada malam hari, toh kita masih bisa untuk bersedekah pada siang hari. Sebaliknya, jika pada siang hari tidak sempat bersedekah, waktu malam pun tidak jadi soal, karena ada perintahnya dalam al-Quran. Sehingga dalam arti lain, tidak mengenal siang atau malam.

Oleh karenanya, bisa kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada istilah “momentumnya sudah lewat” dalam berbuat baik. Dalam hal ini, sedekah ala Sayyidina Ali bin Abi Thalib pun begitu. Ketika terdorong bersedekah ya segera tunaikan saja. Tidak perlu banyak alasan karena sudah terlalu larut malam, lalu tidak jadi sedekah karena “momentumnya sudah lewat”.

Wallahu a’lam bisshawab.