Imam Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub, pernah mengisahkan ada seorang yang bernama Abu bin Hasyim, dia adalah seorang yang ahli ibadah dan hampir bertahun-tahun tidak pernah absen melakukan shalat tahajud.
Suatu ketika Abu bin Hasyim akan mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat tahajud, namun ketika akan mengambil wudhu Abu bin Hasyim dikagetkan dengan keberadaan sosok makhluk yang ada dibibir sumurnya. Abu bin Hasyim pun bertanya kepadanya, “Wahai hamba Allah, siapakah engkau?” Sambil tersenyum, sosok itu menjawab, “Aku adalah Malaikat utusan Allah SWT.”
Abu bin Hasyim kaget, sekaligus bangga kedatangan tamu Malaikat mulia. Kemudian dia bertanya kepada Malaikat tersebut, “Apa yang sedang kamu lakukan disini?” Malaikat tersebut menjawab, “Aku disuruh untuk mencari hamba pecinta Allah SWT.”
Abu bin Hasyim yang melihat malaikat tersebut membawa buku tebal membuatnya penasaran hingga bertanya lagi, “Wahai malaikat, buku apakah yang engkau bawa?” Sang Malaikat menjawab, “Ini adalah kumpulan nama-nama para hamba pecinta Allah SWT”.
Mendengar jawaban tersebut, Abu bin Hasyim berharap dalam hatinya bahwa namanya terdapat dalam buku tersebut. Lalu bertanyalah dia kepada sang Malaikat, “Wahai Malaikat, adakah namaku tercantum di situ?”
Abu bin Hasyim yang merupakan ahli ibadah, berasumsi bahwa namanya ada di dalam buku tersebut, karena dia merupakan sosok yang selalu menunaikan sholat tahajud setiap malam, berdo’a dan bermunajat kepada Allah SWT di sepertiga malam.
Kemudian sang Malaikat mengecek nama Abu bin Hasyim di dalam buku tersebut, namun sang Malaikat tidak menemukan namanya. Abu bin Hasyim meyakinkan kembali untuk mengecek kedua kalinya, namun sang Malaikat tetap tidak menemukan namanya. Ia berkata kepada Abu bin Hasyim, “Betul, namamu tidak ada di dalam buku ini”.
Melihat hal tersebut, Abu bin Hasyim gemetar dan jatuh tersungkur di depan sang Malaikat. Dia menangis sambil mengatakan, “Betapa ruginya diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah SWT.”
Melihat hal itu, sang malaikat kemudian berkata “Wahai Abu bin Hasyim, bukan aku tidak tau engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur, mengambil air wudhu dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dalam buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allah SWT menulis namamu.”
Mendengar Malaikat berkata tersebut, Abu bin Hasyim bertanya, “Apa gerangan yang menjadi penyebabnya?” Sang Malaikat menjawab, “Engkau memang bermunajat kepada Allah SWT, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga hal tersebut kemana-mana dan asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Di kanan kirimu ada orang sakit dan lapar, tidak engkau jenguk dan beri makan. Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pecinta Allah SWT dan dicintai oleh-Nya, kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah SWT?
Mendengar hal itu, Abu bin Hasyim seperti disambar petir di siang bolong. Dia tersadar bahwa hubungan ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allah SWT saja semata, tetapi juga sesama manusia dan alam. Oleh karena itu, jangan pernah bangga dengan amal ibadah yang kita punya, seperti shalat, puasa, dzikir jika tidak dibarengi dengan rasa solidaritas sosial ke sesama manusia dan makhluk ciptaan-Nya yang lain.
Wallahu A’lam.