Di luar dugaan, di tengah pandemik Covid-19 ini ternyata aksi terorisme masih terus terjadi. Walaupun ISIS membuat pemberitaan tentang menghentikan serangannya pada bulan Maret lalu, namun ternyata mereka juga melakukan himbauan untuk memberikan serangan. Al-Qaeda juga melakukan hal serupa, mereka membuat surat agar memanfaatkan keadaan karantina ini. Di saat yang sama sama, ISIS melakukan sumpah serapah untuk tetap melakukan serangan. Bagaimana dengan aksi teror di negara lain?
Salah satu negara di Afrika, Chad, misalkan sebanyak 92 orang aparat keamanan tewas di perbatasan Nigeria dan Niger atas serangan kelompok teror akhir Maret 2020. Di Indonesia, belum lama ini densus 88 menangkap 4 orang jaringan JAD di Sulawesi Tenggara. Fakta lainnya yang tak bisa terlewatkan adalah kelompok teror Taliban dengan melakukan transformasi menjadi kekuatan politik dengan menyebarkan kampanya sosial tentang bahaya covid-19. Bahkan, mereka menyumbang masker dan sabun kepada masyarakat.
Perlu diakui, sejumlah negara memang melonggarkan perlawanan kepada kelompok teror. Irak menunda latihan militer, kemudian Inggris mengurangi penempatan pasukannya di sejumlah tempat. Keadaan ini pun dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok teror tersebut di sejumlah negara. Lalu, bagaimana strategi lainnya yang akan dilakukan kelompok teror tersebut?
Dengan melihat beberapa hal yang terjadi di berbagai negara, ada banyak masyarakat yang tidak puas dengan kebijakan yang diambil oleh kepala negaranya. Di India misalkan yang sudah melakukan lockdown, menimbulkan masalah baru ekonomi baru di tengah pandemic. Masyarakat sipil misalkan sulit bergerak untuk membantu satu dengan lainnya. Di Indonesia misalkan, ada 48 persen masyarakat yang tidak puas dengan keputusan pemerintah saat ini.
Bukan hal tidak mungkin jika kelompok teror melakukan agitasi propaganda untuk semakin tidak percaya atas pengambilan kebijakan yang telah dibuat. Ditambah lagi, era digital ini bukan hal tidak mungkin jika kelompok teror memanfaatkan dis-informasi covid-19. Apalagi, informasi bisa didapat dalam hitungan detik di telepon genggam.
Bahkan, dalam sebuah drama Korea ‘Mad Dog’ untuk bisa menggemparkan dunia di sosial media tidak diperlukan buzzer. Hanya menggunakan computer dan IP address untuk menyebarkan sebuah dokumen di sosial media. Cerita tersebut, bukan hal yang tidak mungkin terjadi di era kecanggihan teknologi saat ini. Apalagi, internet menjadi sebuah kebutuhan yang dianggap urgen. Kelompok milenial sendiri mengungkapkan dalam anekdotnya, tiga hal kebutuhan mereka adalah sandang, pangan dan colokan.
Hal yang nyata di sosial media yang belum lama ini terjadi adalah kelompok HTI menfaatkan tagar #MuslimahTolakGender. Melakukan melakukan itu pada saat konferensi daring internasional. Kampanye mereka dilakukan selama 2-3 hari di sosial media. Ada isu yang mereka angkat, kebijakan pemerintah, covid-19 dan gender. Strategi yang dilakukan pun cukup unik untuk menggalang dukungan dari kelompok mereka. Mereka menggunakan akun baru pengguna twitter untuk berkampanye dan menyita perhatian publik di trending twitter.
Pada hari pertama dan kedua, mereka menyoroti tentang kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak masuk akal. Mereka memposting sejumlah komentar dari sejumlah tokoh oposisi untuk dijadikan penegaskan atas tindakan mereka melawan pemerintah. Perlu diakui, agitasi semacam ini saya rasa memang menyasar orang yang kecewa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Baru pada hari ketiga, mereka menarik isu gender dan perempuan dalam kampanye mereka. Menarik kembali, jika perempuan harus berada dalam rumah dan mengurusi keluarga, bukan dengan deklarasi Beijing 25 tahun yang lalu. Propaganda ketika menyasar kelompok masyarakat yang tidak paham gender.
Saya kira ke depan, hal-hal seperti akan ada semakin banyak dengan ragam gerakan. Lalu, apa yang bisa kita perbuat? Khususnya di Indonesia saya percaya dengan tidak melakukan lockdown, gerakan masyarakat sipil semakin massif bergerak dan membantu yang lainnya. Sejumlah masyarakat membantu kelompok UMKM untuk tetap bergerak. Slogan saling jaga di Indonesia bukan hanya sebuah slogan. Kita pun harus tetap waspada dengan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, termasuk gerakan terorisme.