Nabi Ismail merupakan simbol dari pengorbanan, seorang hamba sholih dalam ritual penyembelihan kurban pada hari raya Idul Adha. Di dalam kitab fikih, mendermakan hewan kurban merupakan sunnah muakkad (sangat dianjurkan) bagi muslim yang sudah baligh, berakal dan merdeka (Tausyih ibnu Qosim: 269).
Konon, hari raya kurban berawal dari menginjakya masa baligh Ismail, putra nabi Ibrahim. Ibrahim dengan berat hati menyampaikan kepada Ismail perihal mimpinya menyembelih Ismail. Mimpi yang diyakininya merupakan wahyu. Melalui mimpi tersebut Ibrahim hendak diuji seberapa besar rasa cintanya kepada Allah Swt dibandingkan terhadap anak yang sangat dikasihinya tersebut. Ismail yang mendengar kabar dari ayahnya dengan sabar dan mengiyakan atas dasar keimanan terhadap Allah Swt dan Ibrahim sebagai nabi (QS. As-Shaffat [37]: 102).
Melalui kisah pengorbanan Ismail, setidaknya ada empat penghormatan yang dapat diperoleh yakni; Pertama, penghormatan kepada Allah Swt. Ismail mengajarkan kepada kita penghormatan terhadap arti keimanan. Ismail berbekal sabar dan yakin dalam menghormati segala putusan Tuhannya yang disampaikan melalui nabinya, Ibrahim. Ismail setidaknya mengingatkan kembali bahwa iman merupakan hal pokok yang pertama yang harus dimiliki seorang hamba. Pentingnya keimanan dalam agama Islam ditandai dengan syahadat, sebagaimana pertanda seseorang menghamba dan patuh terhadap sesembahannya. Kedua adalah penghormatan terhadap orangtua.
Penghormatan Ismail terhadap keyakinan Ibrahim menggambarkan betapa berbaktinya seorang anak terhadap orangtuanya, meskipun terkadang keputusan tersebut sangat menyakitkan. Sikap hormat terhadap orangtua yang tersiratkan melalui Ismail tersebut nampaknya saat ini semakin terkikis oleh budaya-budaya impor dari negara tetangga yang identik dengan faham kebebasan dan tren.
Teknologi modern turut pula menjadikan anak-anak hanya berkutat dengan dunianya digitalnya sendiri dan tidak mengindahkan nasihat dari orangtuanya. Ketiga, penghormatan terhadap binatang (kurban).Jika dipandang secara sekilas binatang bukan menjadi perhatian menarik dalam ibadah kurban tersebut kecuali sekadar menjadi objek yang dikorbankan. Binatang turut berperan penting dalam mekanisme kehidupan manusia. Binatang dapat dimanfaatkan daging, susu, tenaga, bahkan lainnya. Dari binatang dapat dipetik sebuah pelajaran tentang berbagi rizki dengan sesama Muslim yang membutuhkan.
Terakhir, penghormatan terdapat alam. Alam yang senantiasa menyediakan sumber makanan bagi manusia dan hewan kurban sudah tentu patut untuk mendapatkan penghormatan yang besar. Di antaranya penghormatan melalui pelestarian lingkungan hidup dan pendayagunaan yang tepat dan tidak digunakan secara sia-sia.
Memberikan pengorbanan adalah hal yang cukup serius, sebagaimana diperintahkan untuk mendirikan shalat kepada-Nya dan memberikan kurban (QS. Al-Kautsar [108]:2). Melalui ayat ini, Allah Swt memberikan perintah untuk sholat yang berarti menghambakan diri kepada-Nya, dan berkorbanlah sebagai wujud toleransi seiring dengan banyaknya manusia yang mengedepankan egoisme personal bahkan tidak segan mengorbankan orang lain demi meraih apa yang diharapkan.
Ironi yang terjadi di balik perayaan hari raya kurban adalah banyaknya antrian penerima daging kurban yang berusaha mendapatkan daging dengan menggunakan sistim kupon. Sistim kupon tersebut kerap menciptakan antrian panjang dan karena lamanya antrian menyebabkan antrian tidak kondusif dan tidak sabar kemudian menjadi ajang desak-desakan, terinjak-menginjak bahkan memakan korban jiwa. Adapula beberapa oknum yang bolak-balik dengan memiliki sejumlah kupon andrian bahkan memperjualbelikan daging dari hasil pembagian kurban, yang secara fikih hal tersebut diharamkan [Liputan6.com].
Hal yang cukup merisaukan yakni mekanisme dalam pembagian daging kurban yang kurang sistematis dan tepat sasaran jika tetap dilakukan melalui kupon. Turut pula permasalahan hewan kurban yang tidak layak dikurbankan karena menderita penyakit yang tidak layak konsumsi (Pikiran Rakyat, 21/9/2015). Perlu segera mungkin pemerintah membuat metode sistematis dan diperketat seleksi peredaran hewan layak kurban, supaya penyaluran daging kurban secara tepat sasaran dan dapat dikonsumsi kepada semua warga yang berhak mendapatkannya.
Apakah pembagian daging kurban tahun-tahun berikutnya dapat sesuai dengan pesan yang terkandung dalam kisah penyembelihan Ismail yang mengedepankan aspek keimanan, sikap berbakti, toleransi, peduli terhadap lingkungan? Semestinya, hal-hal tersebut menjadi acuan seseorang dalam memberikan hewan kurban, sehingga hewan yang diberikan untuk dikurbankan merupakan hewan yang sehat dan berkualitas tinggi.
Masih berfikir memberikan hewan yang berpenyakitan dengan kualitas rendah, sementara ibadah kurban adalah cermin dari hubungan hamba dengan Tuhannya dan hamba dengan sesamanya? []
Achmad Zakaria, Mahasiswa Tafsir dan Hadis UIN Walisongo, Semarang.