Diakui atau tidak saat kita beramal baik pasti yang diharapkan adalah surga. Mendapatkan surga adalah tujuan dari setiap amalan yang kita sehingga kita memperbanyak amalan kita. Sungguhpun begitu, tak cukup dengan hanya amalan yang begitu banyak, harus juga disertai dengan rahmat Allah SWT, karena rahmat Tuhanlah yang mengantarkan amal ibadah kita ke dalam surga, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ لَنْ يُنَجِّيَ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ ( وَفِيْ رِوَايَةِ مُسْلِمٍ: لَمْ يُدْخِلْ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ). قَالُوا وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: وَلَا أَنَا إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللهُ بِرَحْمَةٍ؛ سَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاغْدُوا وَرُوحُوا وَشَيْءٌ مِنْ الدُّلْجَةِ وَالْقَصْدَ الْقَصْدَ تَبْلُغُوْا.
“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Tidaklah menyelamatkan seorang di antara kalian amal perbuatannya (dalam riwayat Muslim: Tidaklah memasukkan seseorang ke dalam surga amal perbuatannya). Mereka bertanya: ’Tidak pula engkau wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ’Tidak pula saya, hanya bahwa Allah telah mencurahkan kepadaku anugerah dan rahmat-Nya. Maka berlaku tepatlah kalian, mendekatlah, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, beramallah yang pertengahan, yang pertengahan (tidak ekstrem), kalian pasti akan sampai.” (H.R Bukhari dan Muslim.
Hadits ini menunjukkan empat jawaban yang berkaitan dengan sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang masuk ke surga.
Pertama, taufik (pertolongan) untuk berbuat baik itu berasal dari rahmat Allah, bila tidak ada rahmat Allah yang mendahului, niscaya tidak tercapai iman, tidak pula ketaatan yang dengannya tercapai keselamatan.
Kedua, manfaat-manfaat seorang hamba itu bagi Tuhannya, maka amal perbuatan hamba merupakan hak Tuannya, sehingga bila Dia telah memberikan nikmat kepadanya, maka itulah karunia-Nya.
Ketiga, dalam sebagian hadis disebutkan bahwa hakikat masuk surga itu semata-mata sebab rahmat Allah, dan pembagian derajat surga yang dicapai bergantung pada amal perbuatan manusia.
Keempat, amal ketaatan biasanya dilakukan dalam masa yang sedikit dan bisa kapan saja lenyap, sementara pahala tidaklah lenyap, maka pemberian nikmat dengan anugerah Allah (fadhal) yang tidak lenyap sebagai balasan terhadap amal yang lenyap, tidaklah sepadan dengan (kecilnya) amal-amal perbuatan manusia (Ibn Hajar, Fath al-Bârî bi-Syarh Shahîh al-Bukhârî, Riyad: Dâr al-Thaibah, 2005, Juz XIV, hlm. 594-597).
Wallahu a’lam.